Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Upil

25 November 2020   23:29 Diperbarui: 26 November 2020   00:14 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: alodokter.com

Di atas ranjang di bawah remang-remang lampu tidur, seorang remaja terlihat asyik menikmati surga. Kenikmatan yang tidak boleh diganggu siapapun. Pintu kamarnya selalu terkunci rapat. 

Pagi-pagi buta, remaja itu rutin menyempatkan waktu khusus, kurang lebih lima belas menit, sebelum memulai segala aktivitas. Tidak berdoa seperti kebanyakan orang, melainkan mengupil. Iya, mengupil.

Tangannya sibuk mencari harta karun yang terpendam semalam. Jari-jemari perlahan-lahan bergerak di dalam lubang hidungnya. Ke kanan, ke kiri, ke atas, ke bawah, menyentuh seluruh bulu dan memastikan tidak ada upil menempel di dinding-dinding hidungnya. Dia bersihkan debu dan kotoran yang terbawa angin AC, agar tidak mengendap dan menumpuk di hidungnya.

Dia pernah berpikir. "Bagaimana bila upil itu tidak diambil, kemudian menumpuk, semakin banyak hingga menutupi lubang hidungku? Aku pasti tidak bisa bernapas. Tinggal menunggu waktu aku akan mati"

Dari pikiran itulah maka kebiasaan itu dilakukannya. Sejak dia pisah kamar dari kedua orangtuanya. Hingga kini, sudah menginjak kelas satu SMP.

Berkembang dengan kebiasaan itu, filosofi hidup yang dibanggakannya kini. "Untuk jadi orang besar, harus setia dengan perkara kecil" Sekecil bersih-bersih kotoran hidungnya itu.

Benar saja, entah mengapa, setelah menemukan hidungnya bersih, dia mendapat semangat dan kebahagiaan mengawali hari. Kebersihan itu berlanjut dengan menata tempat tidur, merapikan meja belajar, menyapu dan mengepel lantai, hingga mengelap jendela. 

Ibunya pun terheran setiap kali memasuki kamarnya. Kamar anak laki-lakinya. Bahkan, adiknya perempuan ditegur untuk bisa sebersih dirinya.

"Itu lho, dicontoh Masmu"

Sebagai penghargaan atas kerja keras membersihkan hidung, setiap upil yang berhasil digali dikumpulkan, dibulat-bulatkannya, dan diletakkan di sudut kiri meja belajarnya. Di atas kaca meja bertaplak putih, upil itu terlihat jelas.

Awalnya, ketika pertama pisah kamar, di atas meja itu, upil itu hanya setitik. Berbentuk bola sempurna dan berwarna hitam kecoklat-coklatan. Menginjak remaja, semakin banyak upil menumpuk, hingga diameter bola itu berukuran tiga sentimeter sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun