Ayat 3
"Halo..halo...haloo" Teleponnya tak diangkat. Berkali-kali lelaki tua itu menelepon, berkali-kali pula anaknya tak merespon. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Lelaki itu sudah lama ditinggal istrinya. Di rumah di kampung, lelaki itu menghidupi masa tua bersama harta yang telah dikumpulkannya. Tapi, takada satupun anak menemani.
Suatu ketika lelaki itu jatuh sakit. Lelaki itu memohon pertolongan, anaknya tetap takada tanggapan. Akhirnya, lelaki itu mati bersama kesepian.
Ayat 4
"Praaannkk"Â Terdengar bunyi tabrakan di tengah jalan. Sebuah motor terpelanting dan terseret ke tepi jalan. Sementara pengemudinya, pemuda sedikit usia, lemas tak berdaya di atas aspal.
Pemuda itu anak berandalan. Jalanan adalah rumahnya, orangtua adalah musuhnya. "Bagaimana tidak?"Â Takada kenyamanan di rumahnya yang penuh pertengkaran.Â
Bersama teman-temannya di jalan, pemuda itu menemukan pelarian kasih sayang. Hidup ugal-ugalan, tanpa peraturan. Demikianlah, akhir hidupnya sungguh mengenaskan.
Ayat 5
"Demi Tuhan, aku tetap berjuang. Sampai titik darah penghabisan, aku rela mati untuk-Nya"Â Seorang lelaki bersumpah dari bibir keriputnya itu. Semasa hidup, lelaki itu menghabiskan banyak waktu menjalankan kesukaan Tuhannya.
Lelaki itu telah menemukan cinta abadi. Tak lekang waktu, ruang, dan zaman. Tak tergantikan kebahagiaan di hatinya. Belum pernah diperolehnya dari manusia di dekatnya.