"Ke pasar, Bu"
"Ngapain ke pasar? Ibu udah belanja" Jawab ibu mempertegas maksud Ayah.
"Udahlah, ikut aja" Akhirnya, mau tidak mau ibu menemani ayah ke pasar. Ibu tidak tega meninggalkan ayah pergi sendirian. Sudah mulai pikun soalnya.
***
"Budi, buka pintunya" Seru ibu dari luar. Segera kuhampiri dan kubuka pintu gerbang. Perlahan mobil masuk dan kulihat ada yang baru di bak belakang mobil.
"Beli apa nih?" Tanyaku basa-basi. Padahal aku sebetulnya tahu, bentuk barang yang terbungkus koran itu.
"Ayah beli kursi goyang ternyata" Ibu menjawab.Â
"Bud, bantuin ayah turunin kursi!" Perintah ayah sembari tangannya merobek kertas pembungkus. Wajahnya girang sekali menatap kursi itu. Seperti saat jatuh cinta pertama kali.
Iya, sejak saat itu, keluarga kami kedatangan anggota baru. Sebuah kursi goyang berbahan kayu jati, selalu menemani saat-saat tua ayah di rumah. Saat paling indah baginya adalah ketika beristirahat, duduk tertidur di ayunan kursi goyang, ditemani siulan burung kutilang kesayangan, setelah menyiram tanaman dan memberi makan ayam. Tak pernah absen beliau lap kursinya setiap hari. Selalu mengkilap.
***
Suatu esok pukul 6 pagi