kursi goyang? Pernah lihat atau pernah punya?" Kalau aku, kursi itu menyimpan banyak sejarah. Di keluarga kami, kursi itu bisa menuliskan cerita lengkap tentang ayah. Di masa tuanya.
"Kamu tahuKebetulan kota tempat tinggal kami adalah kota ukir. Hampir sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai pengrajin kayu. Sepanjang jalan utama kota, terpampang etalase produk-produk ukiran kayu, termasuk kursi goyang.
Kursi goyang terbaik di sini terbuat dari kayu jati. Kayu terbaik dari segala kayu, unggul dari segi kekuatan, keindahan, dan keawetan. Iya, jati sangat tahan terhadap serangan rayap.
Berhubung terbaik, tak perlu kuberitahu berapa harganya. Pastinya tertinggi, di antara kursi goyang berbahan kayu lainnya. Namun sayang, karena tumbuhnya lama, kayu jati sekarang sulit ditemukan di sini.Â
Ditambah lagi, semangat menanam kembali tidak lebih besar daripada semangat menebang. Akhirnya, kayu kelas dualah yang unjuk gigi, seperti mahoni.
Seperti kubilang tadi, bila bercerita kursi goyang, cerita ayah selalu kembali terkenang.
***
"Bu, ikut Ayah yuk." Pagi yang cerah setelah sarapan itu, kudengar ajakan ayah untuk keluar rumah. Tidak biasanya ayah suka keluar. Beliau paling betah menghabiskan waktu di rumah. Orang rumahan.
"Mau ke mana, Yah?" Sahut ibu. Kulihat kening ibu mengerut, tanda heran. Ibu juga pasti berpikir sama denganku.Â
Oh iya, kuceritakan padamu, ayah sudah berusia senja. Hari ini tepat dua tahun, beliau pensiun dari salah satu BUMN di kota kami. Anehnya, bila kebanyakan pensiunan suka jalan-jalan keluar, mencari hiburan agar tak penat, ayah berbeda. Dalam rumah adalah tempat paling mengasyikkan yang pernah ada. Begitu katanya.
"Pasti kamu bertanya, apa asyiknya terkungkung di rumah?" Jawab beliau, beliau tak pernah merasa tuh, bosan di rumah. Waktunya sangat berharga dihabiskan di rumah. Iya, beliau keranjingan memelihara burung, memberi makan ayam kampung di sepetak tanah belakang rumah, sembari sesekali menyiram tanaman di kebun kecil depan rumah kami.