"Bu, kenapa sih Ibu selalu menyiram tanaman?" tanya anak gadisku yang berumur 7 tahun, tahun ini. Otaknya memang sedang berkembang dengan kritis-kritisnya. Sedikit-sedikit bertanya, semua ditanya. Kalau aku kewalahan, aku hanya mendiamkannya.
"Supaya ngga kekeringan, Nak. Kalau tanahnya kering, tandus, nanti tanamannya mati", ujarku sembari memotongi pucuk-pucuk daun yang layu itu. Daun tanaman anggrek yang kubeli setahun lalu.
"Oh gitu, Bu. Emang wajib ya setiap hari?" Kembali dia bertanya.
"Ya iyalah, Nak. Seperti manusia yang harus minum setiap hari, begitulah tanaman. Kan sama-sama makhluk hidup. Sesama makhluk harus saling menyayangi". Jawabku.
"Gimana ceritanya hidup si Bu, kan tanaman itu gag gerak kayak kita. Kalau si Mona, jelas. Jalan-jalan dia ke sana ke mari, bisa kuajak main malah". Dia mulai membandingkan tanaman dengan kucing kesayangannya.
Aku seketika bingung. Seperti inilah setiap hari aku meladeninya. Pasti ada momen aku bingung.
"Dia bergerak, Nak, hanya bergeraknya di tempat. Gag bisa pindah-pindah, seperti Mona. Waktu kamu tidur, dia bergerak. Kamu aja yang gag sempat melihatnya". Jawabku dengan sedikit siasat. Setidaknya, dia mendapat jawaban, kendati aku mengarang.
"Terus kalau abis minum, makanannya apa Bu?" tanyanya lagi sembari dengan santai mengelus-elus kepala Mona di teras rumah.
Hmm... Aku berpikir sejenak.
"Makanannya bernama pupuk. Pupuk itu mengandung zat hara, zat yang bisa menyuburkan tanaman. Karena zat itu, dia bisa tumbuh besar dengan indahnya". Jawabku. Aku berharap dia tidak bertanya lebih lanjut zat hara itu apa. Tolong, sekali ini saja.
"Oh gitu. Coba dong Bu aku yang nyiram, kayaknya asyik deh". Dia menghampiriku sembari ingin merebut penyiram tanaman dari tanganku.
"Sini-sini, gini ya caranya." Akhirnya dia membantuku. Syukurlah.
***
Tak terasa setengah jam berlalu. Semua tanaman di kebunku telah selesai disiram. Sejuk rasanya melihat hijau daun yang terselimuti air itu. Apalagi, bau tanah-tanah basah di sekitarnya. Manjur mengobati kelelahan dan kebingunganku.
"Yuk nak, masuk yuk. Kita nunggu ayah pulang di dalam rumah. Udah malam juga ini". Ajakku sembari kutarik tangannya menuju ke dalam rumah.
"Ayuk Bu". Jawabnya.
Waktu menunjukkan pukul 6 malam. Kami pun bersantai di depan tv sembari menyantap makan malam. Tak tahan perut kami menunggu ayah pulang.Â
...
Jakarta
22 September 2020
Sang Babu Rakyat