Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Berkebun sambil Mengajar

22 September 2020   20:45 Diperbarui: 8 Desember 2020   19:25 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kaltim.tribunnews.com

"Bu, kenapa sih Ibu selalu menyiram tanaman?" tanya anak gadisku yang berumur 7 tahun, tahun ini. Otaknya memang sedang berkembang dengan kritis-kritisnya. Sedikit-sedikit bertanya, semua ditanya. Kalau aku kewalahan, aku hanya mendiamkannya.

"Supaya ngga kekeringan, Nak. Kalau tanahnya kering, tandus, nanti tanamannya mati", ujarku sembari memotongi pucuk-pucuk daun yang layu itu. Daun tanaman anggrek yang kubeli setahun lalu.

"Oh gitu, Bu. Emang wajib ya setiap hari?" Kembali dia bertanya.

"Ya iyalah, Nak. Seperti manusia yang harus minum setiap hari, begitulah tanaman. Kan sama-sama makhluk hidup. Sesama makhluk harus saling menyayangi". Jawabku.

"Gimana ceritanya hidup si Bu, kan tanaman itu gag gerak kayak kita. Kalau si Mona, jelas. Jalan-jalan dia ke sana ke mari, bisa kuajak main malah". Dia mulai membandingkan tanaman dengan kucing kesayangannya.

Aku seketika bingung. Seperti inilah setiap hari aku meladeninya. Pasti ada momen aku bingung.

"Dia bergerak, Nak, hanya bergeraknya di tempat. Gag bisa pindah-pindah, seperti Mona. Waktu kamu tidur, dia bergerak. Kamu aja yang gag sempat melihatnya". Jawabku dengan sedikit siasat. Setidaknya, dia mendapat jawaban, kendati aku mengarang.

"Terus kalau abis minum, makanannya apa Bu?" tanyanya lagi sembari dengan santai mengelus-elus kepala Mona di teras rumah.

Hmm... Aku berpikir sejenak.

"Makanannya bernama pupuk. Pupuk itu mengandung zat hara, zat yang bisa menyuburkan tanaman. Karena zat itu, dia bisa tumbuh besar dengan indahnya". Jawabku. Aku berharap dia tidak bertanya lebih lanjut zat hara itu apa. Tolong, sekali ini saja.

"Oh gitu. Coba dong Bu aku yang nyiram, kayaknya asyik deh". Dia menghampiriku sembari ingin merebut penyiram tanaman dari tanganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun