Tapi mungkin, sebagian dari Anda ada yang mengalaminya. Tidak menjadi rahasia juga, bahwa kekerasan fisik pernah mewarnai hitam kelamnya masa pengenalan mahasiswa terhadap kampus ini.
Tidak menghabiskan tenaga ekstra
Tidak ada mobilitas yang signifikan terjadi selama ospek virtual. Mereka hanya diwajibkan terlihat di depan gawai, entah berdiri atau duduk. Tentu, tidak boleh memasang mode gambar ya selama ospek, hehehe.... Tambah emosi lagi senior itu nanti.
Di zamanku, dan sebagian Anda, ospek kental dengan seringnya mobilitas di lapangan. Berlarian, mengejar tugas, belum lagi dihukum. Kendati bukan kekerasan fisik, tetapi sangat melelahkan fisik. Iya, kita harus makan dulu sebelum ospek, biar kuat menghadapinya.
Auranya tidak lebih mengerikan
Ospek virtual tidak bisa memfasilitasi ini. Apa yang kumaksud? Tidak akan terjadi seorang maba dikelilingi banyak senior. Secara virtual, yang tampil di layar hanya satu per satu, bergantian. Keterbatasan fasilitas meeting merupakan sebuah keuntungan.Â
Ketika ospek di lapangan, wah itu, dikelilingi sekumpulan senior merupakan pemandangan biasa. Mungkin, tidak semua membentak, tetapi semua serempak menunjukkan wajah galak. Mengerikan engga itu?
Kalau masalah tugas, sepertinya tak ada beda antara ospek di lapangan dengan virtual. Semua sama beratnya, dan tentu ada unsur mendidik di dalamnya. Kerja sama kelompok, menambah wawasan, meningkatkan kemampuan menulis, dan lainnya. Yang lebih utama, pasti harus berhasil mengenal kampusnya dong, hehehe...
Jadi, buat Anda, maba yang mengalami ospek virtual, jangan cengeng, tetap semangat. Penderitaan kalian tidak seberapa dibanding aku dan mahasiswa angkatan jadul lainnya, hehehe...
Buat Anda, pembaca biasa, terima kasih telah meluangkan waktu membaca tulisan ringan ini.
...
Jakarta,
17 September 2020
Sang Babu Rakyat