Corona, oh Corona.
...
Engkau tidak terlihatÂ
dan sungguh merepotkanÂ
Banyak yang berteriak, menderita,Â
terluka di sana dan di sini
...Â
Tak ada yang bisa kulakukanÂ
atas kehadiranmu di antara kami
Selain berdamai dan menerimamu di sini,
Percuma disesali.
Demikianlah sepotong puisi amatir yang tercipta sekilas pagi ini.Â
...
Sampai tulisan ini ditulis, pastinya sudah banyak artikel yang mengupas tuntas tentang Corona ini, dan mungkin sebagian pembaca juga mulai bosan membacanya. Corona lagi Corona lagi, itu-itu aja terus beritanya yang muncul, hffft..., "gumam sebagian pembaca, termasuk penulis.
Tulisan ini bukan bermaksud menambahi tingkat kejenuhan para pembaca, melainkan hanya menuliskan sedikit cerita tentang kerinduan yang belum bisa tersampaikan gara-gara pandemi Covid19 ini. Mengapa penulis katakan belum? Karena penulis yakin, suatu saat kata "belum" ini akan berubah menjadi "sudah". Tinggal tunggu saja waktunya datang dengan tepat. Kesabaran pun dilatih.
Bagi penulis yang tinggal di perantauan, kerinduan sering sekali terlintas muncul di benak penulis. Tinggal di kota besar yang adalah ibukota negara, dengan segala keriuhan, kemegahan, dan daya tariknya, tidak serta merta mengikis rasa rindu ini.Â
Rindu, akan bertemu keluarga dekat di kampung halaman. Sebagian pembaca yang mungkin adalah anak rantau juga, penulis yakin merasakan hal yang sama seperti yang penulis rasakan. Tidak perlu sampai sebar kuesioner untuk survei. Ini otomatis tersimpulkan.