Bagaimana reaksi kita? Orang yang menjiplak mungkin bisa kita beri ampun, tetapi untuk perilakunya, tidak bisa diampuni sama sekali, tidak ditolerir. Bukan bermaksud untuk melebih-lebihkan, tetapi ketika membayangkan bagaimana sulit dan kompleksnya proses seseorang bisa menemukan ide, kemudian dengan mudahnya dicuplik dan diklaim sebagai karya si penjiplak, itu bisa diibaratkan dengan ada dua orang di pinggir jurang, yang sedang berkelahi.Â
Satu bernama ide, satu lagi bernama jiplakan. Si ide memukul kalah jiplakan, dan mendorongnya hingga jatuh ke dalam jurang. Iya, jiplakan memang pantas untuk dibuang.
Ingat ya, ilustrasi tadi berbicara tentang ide dan jiplakan, bukan si pencipta ide dan si penjiplak. Objek, bukan subjek. Karena penulis yakin, ketika subjek, si penjiplak tersebut dididik, pasti bisa berubah ke arah yang lebih baik, menjadi tidak menjiplak lagi.
Dan ini, bukanlah curahan hati si penulis, tetapi hanya sekedar beropini melihat fenomena jiplakan yang kerap penulis temui di lapangan, termasuk yang santer tadi di pembuka tulisan ini.Â
Jadi, marilah kita hormati karya orang, dengan memberikan apresiasi dan masukan untuk penyempurnaan, tentunya tidak dengan menjiplak.
"STOP PLAGIAT."
Jakarta,
5 Juli 2020
Sang Babu Rakyat.