Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Cerpenis.

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG @cerpen_sastra, Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen (Pulpen) Kompasiana, Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (Kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), dan Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (Indosiana). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pentingnya Kepekaan Akan Perasaan Bersalah

3 Juli 2020   19:46 Diperbarui: 3 Juli 2020   19:43 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menyesal karena bersalah, Sumber: kumparan.com/ 

Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. 

Pernyataan ini sepenuhnya benar dan belum ada yang bisa menyanggahnya. Dalam aktivitas pribadi kita dan interaksi sosial dengan sesama, pasti tidak lepas dengan pemilihan mana yang benar dan mana yang salah. 

Hal yang benar, dikerjakan dengan kata "ayo", sementara yang salah, dijauhi dengan kata "jangan". Kedua kata ini bersifat persuasif, mengajak untuk berbuat dan tidak berbuat. Fenomena ini pun telah terjadi sedari kecil, berulang dari hari ke hari, sehingga terekam jelas di alam bawah sadar.

Terkadang, kita juga hanya bisa menertawakan diri, ketika berbuat salah. Kebodohan demi kebodohan, karena melakukan kesalahan yang sama secara berulang, lebih dari dua kali, membuat kita terlihat lebih bodoh dari binatang keledai. Iya, bahkan keledai pun tidak akan jatuh ke lubang yang sama sebanyak dua kali. Peribahasa kuno berkata.

Lebih lanjut, ketika kita mengambil sikap untuk merenungi diri karena berbuat salah, ini adalah sangat bagus. Catatan besarnya, jangan terlalu terjerembab lama di dalam kubangan kesalahan. Karena, ini hanya membuat kita memandang diri kita semakin rendah, tenggelam dalam lautan penyesalan, sampai-sampai kita tidak bisa melihat apa yang menjadi kelebihan kita.

Dengan kita berusaha peka akan perasaan bersalah, maka itu pertanda kita:

  • masih tahu mana yang benar dan mana yang salah;

Tanda kedewasaan adalah tahu mana yang benar dan salah. Sesuatu adalah salah, ketika kita tahu yang benar seperti apa. Semisal, kita bisa menyatakan bahwa berbohong itu salah, karena yang diajarkan sebagai sebuah kebenaran adalah mengatakan yang sebenarnya alias jujur.

Sehingga, ketika kita peka telah berbuat salah, berarti ingatan kita tentang apa yang benar masih tajam. Dan ini patut disyukuri, karena sekarang banyak orang yang telah berbuat salah tetapi tidak pernah sadar akan kesalahannya. Mungkin, saking terlalu terbiasa sehingga telah nyaman.

  • belajar untuk memperbaiki diri 

Ada beberapa orang yang memang dihadirkan oleh Yang Maha Kuasa, untuk mengingatkan kita bila berbuat salah. Ketika di rumah, ada orang tua, ketika bersekolah, ada guru, sampai ketika bekerja, ada atasan dan rekan kerja.

Ada yang dengan cara terus terang cenderung kasar, ada pula yang dengan sindiran melalui perkataan halus. Caranya berbeda-beda, tetapi tujuannya sama, agar kita tidak mengulangi kesalahan, dan terus belajar memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya.

Apalagi kalau kita tahu bahwa kesalahan kita merugikan banyak orang, tentunya kita tidak ingin ini kembali terjadi. 

Kunci pentingnya disini adalah adanya keinginan untuk masih mau mendengarkan saran dan nasihat orang lain dan berpikiran terbuka, tidak merasa paling benar sendiri. Jika kita di luar itu, berarti kita tergolong orang-orang yang berkepala batu.

  • sadar akan pentingnya nama baik;

Kesalahan dalam melakukan sesuatu, dimana kita telah dipercaya oleh orang lain karena dianggap mampu melakukannya, sedikit banyak akan mencoreng nama baik kita, minimal di pandangan orang tersebut. Ungkapan sederhananya, kita telah mengecewakan dia. 

Tingkat kepercayaan yang menurun dan perekaman akan kesalahan yang cenderung abadi, akan membuat kita keluar dari daftar nama orang-orang yang bisa diandalkan, di mata dia. Dan ini adalah sebuah kemalangan, ketika kita telah tercatat sebagai pribadi yang tidak bisa dipercaya.

Iya, nama baik lebih berharga daripada kekayaan materi. Memulihkan nama baik adalah perkara yang lebih sulit daripada sekedar mencari materi. 

Kesimpulannya, gunakanlah kepekaan akan rasa bersalah sebagai pelengkap untuk berpikir secara cerdas, memetakan strategi terbaik untuk melupakan kesalahan dan mengambil sikap untuk menata diri lebih baik. 

Dan jangan lupa, bagikan juga pengalaman itu kepada orang lain, agar orang lain tidak merasakan kesalahan yang sama yang pernah kita alami.

Tentunya, kita tidak ingin orang lain celaka toh?

Jakarta, 

3 Juli 2020

Sang Babu Rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun