Mohon tunggu...
hony irawan
hony irawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat Advokasi dan Komunikasi Isu Sosial, Budaya dan Kesehatan Lingkungan

pelajar, pekerja,teman, anak, suami dan ayah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penerapan "Collaborative Governance" untuk Sanitasi Aman Berkelanjutan 2024

14 Januari 2020   14:48 Diperbarui: 14 Januari 2020   15:50 1259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demikian penting komponen insentif ini diberikan oleh pemerintah daerah untuk memberi kemudahan bagi masyarakat agar mau dan mampu membangun, memanfaatkan dan memelihara layanan sanitasi, sehingga insentif dari pemerintah pusat yang menjadi salah satu pendorongnya nampaknya ke depan, dengan kian lebih ditekan pada aspek kualitas dan berkelanjutan nampaknya sangat perlu ditingkatkan dengan lebih inovatif, akurat, mudah, cepat dan bebas biaya. 

Beberapa pemerintah daerah telah memanfaatkan kemudahan dari pemerintah pusat dengan memberi insentif terobosan untuk dapat meningkatkan akses sanitasi aman bagi masyarakat diantaranya:

  1. Pemerintah Kota Bitung, Sulawesi Utara dan Pemerintah Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan yang meluncurkan insentif kepada masyarakat yang dengan sukarela melaporkan kepemilikan dan kondisi tangki septiknya. Melalui program Amnesti Tangki Septik Bocor, masyarakat yang melapor mendapatkan sedot tinja gratis dengan syarat akan bersedia membayar untuk penyedotan berikutnya. Ini berarti meningkatkan pengurasan tangki septik sekaligus memperoleh data yang akurat. Pada perkembangannya dari data yang diperoleh, masyarakat tidak mampu yang belum memiliki jamban dan tangki septik akan diikutsertakan dalam program hibah air limbah setempat atau hibah sambungan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) komunal. Bagi masyarakat yang belum mampu diberikan fasilitas kredit agar jamban dan tangki septik yang dimiliki dapat diperbaiki dan memenuhi standard. Hal serupa juga dilakukan di beberapa daerah dengan nama yang berbeda.
  2. Insentif juga diberikan kepada perusahaan sedot tinja swasta dengan memberi konsesi wilayah penyedotan serta buang limbah lumpur tinja secara gratis atau dengan biaya yang relatif murah di Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT) yang dikelola pemerintah daerah. Beberapa daerah seperti Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah telah mulai untuk dapat melakukan gagasan ini pada tahap yang bervariasi sesuai tahapan, yaitu inventarisir usaha penyedotan tinja, sosialisasi, pelatihan operator, sertifikasi, MOU dan operasionalisasi kegiatan. Insentif semacam ini memberi kemudahan bagi swasta untuk dapat berperan dalam pengelolaan air limbah aman dan berkelanjutan.
  3. Di sub sektor persampahan, pemerintah daerah memicu adanya pengurangan sampah plastik dengan kebijakan tanpa kantong plastik di pusat perbelanjaan. Selain itu insentif diberikan kepada masyarakat yang melakukan pemilahan, komposting selain pemberian hibah perangkat pengumpulan sampah berupa mobil atau motor sampah untuk usaha pengangkutan sampah.  Selain itu di beberapa daerah telah banyak upaya untuk mendorong adanya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bergerak pengumpulan sampah, bank sampah dan pengomposan.

Rumusan kebijakan nasional untuk memberi kemudahan kepada setiap kabupaten/kota perlu dirumuskan hingga dapat sesuai dengan kebutuhan daerah.

Desain Kelembagaan

Dalam Collaborative Governance peran lembaga koordinasi sangat penting tidak hanya sebatas keberadaan legalitas namun juga dalam; 1. menjalankan tugas dan fungsi masing-masing lembaga secara 2. transparan, 3. partisipatif, dan 4. jelas aturan mainnya.

Sebagai penggerak program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Nasional yang kini menjadi Pokja Perumahan, Permukiman, Air Minum dan Sanitasi (PPAS), merupakan lembaga ad-hoc yang melibatkan utamanya Kementerian Kesehatan untuk aspek advokasi dan pemberdayaan, Kementerian Dalam Negeri untuk aspek kelembagaan dan keuangan,  dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk aspek teknis, dengan dikoordinasi oleh Kementerian PPN/ Bappenas untuk mewadahi koordinasi lintas kementerian terkait pembangunan sanitasi di Indonesia.

Jika ditinjau dari aspek kolaborasi internal Pokja AMPL di tingkat nasional mengalami pasang surut sepanjang kurun waktu 2006 hingga 2019. Berbagai faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah; 1.  Adanya perubahan kebijakan yang mempengaruhi peran dan fungsi kementerian terkait,

2. payung hukum kelembagaan yang perlu dimutakhirkan sehingga berdampak pada alokasi anggaran,

3. dukungan pendanaan dan sumber daya untuk operasionalisasi kegiatan, serta

4. pergantian personil di lingkungan kementerian terkait yang memerlukan waktu dalam memahami dan menyelaraskan pendekatan serta instrumen program.  

Perlu upaya khusus dan dukungan penuh kepemimpinan fasilitatif untuk dapat memecahkan kebekuan untuk Pokja AMPL/PPAS Nasional dapat menjawab tantangan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 dari aspek sanitasi dan target RPJMN 2024 tentang sanitasi aman berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun