Mohon tunggu...
Honing Alvianto Bana
Honing Alvianto Bana Mohon Tunggu... Petani - Hidup adalah kesunyian masing-masing

Seperti banyak laki-laki yang kau temui di persimpangan jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Berita Kematian

12 Oktober 2020   12:39 Diperbarui: 12 Oktober 2020   12:43 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi, tapi kenapa detak jantungnya semakin keras, sampai telapak tangannya pun ikut berkeringat.

Beberapa kali ia usapkan tangannya pada kain sarung yang membalut tubuhnya. Ia tak tahu kenapa detaknya semakin keras. Kenapa semua terasa begitu sepi? Kenapa? Ia bertanya dalam hati.

Ia hanya terdiam sambil bertanya pada hatinya. "Apakah janji yang pernah diucapkan Simon akan tertunai hari ini?" Entahlah. Ia hanya menunduk sambil memainkan ujung sarungnya. Matanya sayu. Telinganya dipenuhi detak memaksa. Suara perbincangan keluarga besarnya tak lagi ia hiraukan.

Tiba-tiba, tiba-tiba kerumunan orang mendekati rumahnya. Mendekati dari arah jalan setapak itu. Ia hanya menoleh sambil bertanya dalam hati, "Apa yang terjadi?"

Detak jantungnya semakin keras. Entah berapa kali ia usapkan tangannya yang basah. Ujung sarung itu pun mulai lusu. Baju yang ia kenakan pun semakin kusut.

Apa yang didengarnya, apa yang disaksikannya membuat semuanya terasa gelap. Gelap gulita. Ia tergolek lemah dipangkuan ayahnya.

Simon, kekasih yang paling ia cintai, yang sore ini akan datang melamarnya, akhirnya pergi untuk selamanya.

Tegsar 62,  Oktober 2020.

Honing Alvianto Bana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun