Mohon tunggu...
Politik

Apatisme dalam Politik Negeri

29 Oktober 2018   12:29 Diperbarui: 29 Oktober 2018   13:22 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apatisme atau dapat di artikan hilangnya rasa simpati masyarakat terhadap ligkungannya. Dalam politik di indonesia, tingginya angka golput pada pemilu legislatif merupakan cerminan apatisme rakyat terhadap pelaksanaan pesta demokrasi tersebut. Penyebab mengapa masyarakat demikian apatisnya tentu tidak terlepas dari pengalaman di masa lalu. 

Refleksi kinerja pemerintah selama ini beserta tindak tanduk para pejabat yang di anggap tidak menyentuh di hati rakyat sehingga menjadi pelajaran bagi rakyat, Negara telah kehilangan kredibilitasnya di mata  masyaraka karena tindak tanduk sebagian besar abdinya. Karena itu, akhirnya masyarakat meragukan terciptanya perubahan lewat proses pemilu karena suasana yang di tampilkan. 

Pengamat politik dari universitas sriwijaya (unsri) Palembang, Alfitri Msi, mengatakan "Golput juga merupakan bentuk perlawanan rakyat terhadap pelaksanaan pemilu yang dinilai tidak akan mampu merubah Negara ini menjadi lebih baik." Dikutip oleh Sriwijaya post. 

Masalah apatisme publik yang mulai akut menyangkut partisipasi negeri ini. Keadaan saling menguntungkan yang terjalin antara rakyat dan wakil rakyat belum pernah  ditemui secara nyata. 

Namun sangat disayangkan ketika buah dari pelajaran masa lalu itu adalah rasa jera, hilangnya semangat demokrasi, kebosanan bahkan keengganan untuk menyalurkan aspirasinya.

Sebenarnya apa yang menyebabkan rakyat menjadi apatis?

Apatisme politik muncul karena meningkatnya kelelahan politik (political Fatique ). Penyebab utamaya adalah banyaknya kasus yang tidak terselesaikan dan tidak pernah mendapat perhatian dan sorotan publik. Misalnya, skandal bank century, kasus manipulasi pajak gayus tambunan, dan juga kasus kekerasan terhadap aktivis indonesia corruption watch. Atau dengan kata lain gone with the wind (berlalu bersama angin) contoh sikap apatisme yaitu aksi aktor senior pong hardjatmo yang pernah menaiki atap gedung DPR untuk menuliskan tiga kata, "jujur, adil, tegas", yang mengungkapkan kegusarannya pada situasi politik dan kepemimpinan yang tidak menentu. Penyebab lainnya yaitu politik dibagung dengan modal dengkul atau dalam bahasa belanda "Uit het neits".
Apatisme memang bukan barang baru dalam panggung perpolitikan indonesia. Apatisme politik sudah ada sejak dulu namun baru mulai dibahas ketika masa repormasi dimulai. Hingga kini apatisme politik tetap menjadi suatu hal yang masih layak untuk dibahas. Apalagi saat  ini merupakan era informasi dimana setiap orang bebas mengakses informasi dan bebas menyuarakan pendapat dimedia sosial. Namun masih banyak orang indonesia yang tidak paham dengan situasi politik di indonesia. Lebih parahnya lagi, buakan hanya orang awam saja yang tidak paham dengan politik tapi bahkan kalangan terpelajar seperti mahasiswa pun kadang tidak paham dengan perpolitikan di indonesia. Seseorang yang bersifat apatis terhadap politk dan pemerintahan juga tidak bisa di salahkan sepenuhnya. Ada beragam dalih yang membuat seseorang memutuskan untuk besikap apatis. Tidak kenal terhadap calon dan rasa kecewa terhadap politik menjadi dalih yang paling kuat mendorong tumbuhnya sikap apatis. Bagaimana mungkin rakyat mau memilih pemimpin yang tidaak mereka kenal? Bagaimana mungkin rakyat mau memilih calon pemimpin yang pernah membuat mereka kecewa? Jika tidak ada pilihan lain, maka golput dianggap sebagai jalan terbaik.
Kunci untuk mencegah apatisme yang dapat berujung frustasi dengan aksi tidak konvensional adalah kepemimpinan. Apatisme politik hanya bisa diatasi dengan kepemimpinan visioner, "jujur, adil, tegas", dan decisive kepemimpinan yang dapat mencegah apatisme dan frustasi politik adalah kepemimpinan yang bertumpu pada intregitas, kepemimpinan yang menyatu antara perkataan dan perbuatan, tidak sekedar basa basi untuk menyenangkan semua orang. Hanya ketterbukaan dan sikap yang lebih permisif tapi bertaggungjawab yang bisa menjadi jembatan menuju jalan keluar. Bila kita hanya memandang rendah dan sinis kemudian terus ditelan kebingungan saat menghadapi apatisme, sama saja dengan menbur puuuk pada pohon tua bernama apatisme. Membuka diri adalah solusi pasti. Bersikap adil, amanah, dan menentang pengekangan yang diskriminatif adalah langkah awal menuju kehidupan sosial politik yang lebih berwarna. Seperti kata Immanuel Kant, pemecahannya ada pada kombinasi apriori (nalar) dan aposteriori (pengalaman).


*penuliss adalah mahasiswa mata kuliah Ilmu Politik prodi Iilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universsitas Sultan Ageng Tirtayasa.*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun