Mohon tunggu...
RM TPA
RM TPA Mohon Tunggu... Belum ada, masih mencari -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Banda Aceh, 12 Agustus 1991 S-1 Pend. Matematika FKIP Unsyiah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Keluarga adalah Pondasi Pendidikan

4 April 2016   21:17 Diperbarui: 30 April 2016   04:47 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi (familylawyermagazine.com)"][/caption]Beliau berusai 67 tahun. Seorang bapak dari empat orang anak. Beliau seorang dosen disalah satu Universitas Negeri di Banda Aceh. Keseharian beliau adalah pagi mengajar dikampus dan siang sampai sore hari beliau habiskan waktunya di rumah bersama keluarga. Bila sedang di rumah beliau tak ada bedanya dengan masyarakat sekitar yang umumnya sebagai petani atau pengembala. Beliau pun ambil andil dalam hal itu, beliau biasanya menghabiskan sore hari dengan mengembala kambing. Tak heran bila mahasiswa melintas, sampai tak mengenali beliau. Disekitar rumah atau tempatnya bekerja beliau akrab dipanggil Pak Bambang.

Bila menilik sejarah perjalanan beliau, mungkin masih membuat ku tak percaya dan terheran-heran atas usahanya dulu hingga bisa menyukseskan anak-anaknya dan keluarga. Beliau berasal dari sebuah kota di daerah Aceh tepatnya di kota Langsa, setelah menamatkan sekolah dengan restu orang tua beliau berangkat merantau ke Kota Banda Aceh. Beliau adalah salah satu pelaku pendidikan, yang masa mudanya bercita-cita menjadi seorang dokter.

“Dulu cita-citanya kedokteran sih, tapi ya maklum orang tua enggak ada biaya. Lagian kuliah pun harus sambil kerja untuk kirim ke kampung halaman bantu adik-adik sekolah.” Unggap si bapak.

Semasa kuliah beliau bekerja sebagai kuli bangunan untuk makan sehari-hari. Karena mengingat keuangan keluarga yang tak berkemampuan lebih. Salah satu pesan dari ayah beliau kepadanya “ jangan pernah berhutang nak bila tak ada uang. Lebih baik tahan lapar dari pada berhutang. Dan jangan pernah sekali-sekali pun menyentuh yang namanya mencuri.” Jelas bapak tersebut mengutip potongan surat dari Alm ayahnya.

Pesan itu berupa sebuah surat yang dikirim oleh ayah beliau semasa kuliahnya dan surat itu masih tersimpan sampai sekarang berlanjut sampai keanaknya sebagai sebuah warisan.

Beliau menyelesaikan kuliah dengan baik dan mengikuti tes di salah satu universitas negeri di Banda Aceh dan lulus sebagai tenaga pendidik. Dalam rumah tangga beliau, didampingi oleh seorang wanita yang sangat hebat, tegar, mandiri dan penyayang. Seorang ibu yang mendedikasikan diri untuk keluarga, meninggalkan gelar insiyurnya demi membesarkan dan memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Mendampingi seorang suami dikala susah dan senang, tanpa mengikuti trend modern sedikit pun, gaptek dan tak pernah bergabung dalam kehidupan sosialita.

Dalam awal perjalanan karir beliau dulunya hanya menaiki vespa. Vespa itu masih tersimpan di garasi rumah beliau hingga saat ini.

“Itu vespa bagian sejarah hidup saya. Jadi biar pun enggak hidup lagi tetap saya simpan buat mengenang masa-masa susah dulu.” Ujar Pak Bambang sambil tertawa.

Vespa itu pernah sekian tahun berboncengan dengan enam orang sekaligus. Dua didepan dua belakang satu dipangkuan. Hingga tahun 2003, dari hasil penghematan beliau bisa membeli sebuah mobil kijang lama. Dan mobil itu masih ada saat ini. Mobil tersebut masih beroperasi untuk mengantar anak bapak beliau yang terakhir. Begitu pula dengan keadaan rumah, dalam pembangunan rumah bisa dibilang rumah tersebut adalah hasil tambah-tambah. Ya bagaimana tidak, awalnya hanya gubuk tanpa penerangan, lalu lanjut rumah setengah jadi alias asal ada tempat berteduh, dapur dan kamar mandi. Baru pada tahun 2004 rumah tersebut berbentuk seperti sekarang ini.

Sistem pendidikan yang diterapkan beliau pada anak-anaknya adalah sangat ketat, penuh bimbingan dan kasih sayang. Beliau sendiri yang mengajarkan ngaji, berhitung yang dibantu oleh istrinya, karena dulu tak ada PAUD (Penitipan Anak Usia Dini). Beliau tidak pernah melepas anak-anaknya. Mulai dari TK (Taman Kanak-kanak) hingga SMA (Sekolah Menengah Atas) beliau sendiri yang mengantarnya. Tak ada satu pun dari ke-empat anak tersebut yang menaiki honda (dibaca:kendaraan bermotor) atau mobil pribadi sendiri. Kalau kita melihat di zaman sekarang cukup banyak orang tua yang melepas anak-anak yang masih duduk di bangku sekolahan mengendarai kendaraan bermotor atau mobil. Yang sangat disayangkan kebanyakan dari mereka, ugal-ugalan dalam mengendarainya dan tak jarang mereka bolos sekolah.

Bila anak SMA (Sekolah Menengah Atas) sekarang boleh keluar malam, namun ke-empat anak beliau tak pernah merasakannya dulunya. Beliau melepaskan anak-anaknya ketika beliau merasa sudah tiba saatnya dan cukup mendapat kepercayaan darinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun