Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tren "Kumpul Kebo" dalam Budaya Populer di Indonesia

17 September 2021   18:01 Diperbarui: 17 September 2021   18:13 2804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi via rakyatku

Selama mereka tidak melakukan itu di tempat umum, tidak merugikan siapapun, tidak ada paksaan, sah-sah saja mereka memilih keputusan itu. Lagi pula, mereka tidak berbuat kriminal, kenapa pula harus digrebek dan dipermalukan di depan umum?

Namun, jika kita berbicara mengenai "Apakah kohabitasi bisa legal di Indonesia?", Jawabannya adalah tidak. Kenapa bisa demikian? Hirarki tertinggi dalam kehidupan yang ada di Indonesia yaitu kultur atau budaya, sedangkan budaya kohabitasi tidak sesuai dengan budaya yang ada di Indonesia karena bertentangan dengan norma-norma sosial, terlebih bertentangan dengan nilai agama yang ada di Indonesia.

Jika kita berbicara tentang pandangan agama soal kohabitasi, negara-negara yang melegalkan kohabitasi sebenarnya mendapatkan pertentangan dari kelompok agama di negara masing-masing. 

Di negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, Filipina, Nepal, India, dll pun, kohabitasi ditentang oleh kaum agamawan. Jadi, respon kontra terhadap kohabitasi bukan hanya terjadi di Indonesia, namun terjadi juga di negara-negara lain.

Sekarang mari kita berbicara tentang benar dan salah dalam menyikapi kohabitasi yang ada di Indonesia. Saya mengatakan bahwa kohabitasi adalah perubatan yang salah, kenapa? 

Karena hukum di negara kita dengan jelas melarangnya. Kohabitasi sangat salah karena hukum negara dan juga hukum dalam agama melarangnya, jadi, tidak ada gunanya mereka yang mendukung kohabitasi untuk tetap mendebat perkara ini.

Sedangkan kohabitasi bisa menjadi benar bagi mereka yang mempunyai beberapa persepsi, misalnya belum siap untuk menikah, terhalang oleh restu orangtua atau perbedaan agama, hingga saling komitmen satu sama lain dan juga sudah sepakat dengan konsekuensinya. Jika dianalogikan, kohabitasi dianggap benar bagi mereka sama saja dengan nikah siri. 

Nikah siri benar menurut agama, tapi salah menurut hukum negara. Karena negara tidak akan mengurusi dokumen keluarga orang yang menikah siri, hal itu disebabkan oleh pernikahan mereka tidak sah menurut hukum negara.

Maka dari itu, baik kohabitasi maupun nikah siri, keduanya harus sama-sama paham dengan resiko, konsekuensi yang akan mereka terima jika berurusan dengan legalitas/hukum negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun