Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tren "Kumpul Kebo" dalam Budaya Populer di Indonesia

17 September 2021   18:01 Diperbarui: 17 September 2021   18:13 2804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi via rakyatku

Kohabitasi secara umum diartikan sebagai kumpul kebo, yang jika kita maknai secara bahasa, kebo dalam bahasa Jawa artinya Kerbau, kumpul kebo berarti kerbau yang berkumpul. 

Namun makna yang sesungguhnya ternyata bukanlah itu, jika menelisik berdasarkan sejarah, istilah itu dituliskan dan kata "koempoel" dan "gebouw". Kata "gebouw" berasal dari kata Belanda yang artinya bangunan. Maka dengan begitu maksud dari koempoel gebouw dalam istilah masa penjajahan berarti tinggal bersama dalam sebuah bangunan/rumah.

Sedangkan jika ditelisik dari bahasa inggris, kohabitasi berasal dari kata cohabitation yang artinya tinggal bersama atau hidup bersama. Dalam bahasa latin, co-habitare berarti tinggal bersama.

Nah, fenomena kohabitasi ini belakangan sempat ramai karena ada salah satu media di Indonesia yang memberitakan tentang pasangan kekasih yang tinggal bersama dalam satu atap.

Dikutip dari laman detikX, sudah genap satu tahun Sinta, bukan nama sebenarnya, tinggal bersama pasangannya di sebuah apartemen di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Di usia Sinta yang sudah menginjak 28 tahun, teman sebayanya mungkin sudah menikah atau bahkan punya momongan. Tapi Sinta dan pacarnya memilih jalan berbeda. Keduanya tengah menjalankan kohabitasi.

Membaca berita itu, Saya jadi teringat dengan teman Saya yang pernah merencanakan hal yang serupa. Teman Saya itu seorang wanita dan beragama Katolik, sedangkan teman Saya yang satunya (pacar) seorang pria yang beragama Islam. 

Melihat kenyataan bahwa cinta mereka terhalang oleh perbedaan agama, mereka sempat memutuskan untuk kohabitasi tapi bukan di Indonesia, melainkan di Belanda, tempat nenek teman Saya yang wanita tinggal. Namun sayangnya, rencana itu kandas karena keduanya memutuskan untuk mengakhiri hubungan karena dari keluarga teman Saya yang pria, berasal dari sebuah marga yang religiusitasnya tinggi.

Kohabitasi Menurut Hukum di Indonesia

Pembahasan ini sangat menarik bagi Saya, karena hukum di Indonesia dan hukum yang ada di negara lain, berbanding terbalik keadaannya. Dikutip dari laman kompas, Pasal 419 Ayat (1) menyatakan, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Dalam RKUHP itu, pasangan yang melakukan kumpul kebo dapat dipidana atas dasar aduan dari kepala desa.

Selain hukum yang berasal dari UU, kumpul kebo juga dilarang secara agama, bahkan perilaku itu dianggap menyalahi norma sosial yang ada di masyarakat. Maka dari itu, jika kita bicara masalah hukum yang ada di Indonesia tentang kohabitasi, tentu pembicaraannya akan sangat rumit karena dalam bermasyarakat, agama menjadi salah satu pondasi penting bagi kehidupan masyarakat kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun