Tapi, cara terbaik bagi Saya untuk mengatasi omongan itu adalah dengan tidak menanggapinya, dam ketika Saya semakin "tuli" untuk mendengarnya, rasa traumatik yang Saya alami semakin pudar.
Menerima dan Melawan
Ketika kita mendapatkan intimidasi di tempat kerja, ada dua opsi yang bisa kita lakukan.Â
Pertama, kita menerima intimidasi itu dengan menganalogikannya sebagai sebuah tes, sama halnya dengan mos maupun ospek. Kita harus menganggap bahwa setiap bentuk omongan dari senior adalah untuk kebaikan kita, terutama dalam kaitannya dengan job desk.Â
Dengan begitu, kita bisa meminimalisir traumatik yang diterima oleh alam bawah sadar, dan dengan adanya batasan itu, kondisi mental kita akan tetap sehat.Â
Kedua, kita bisa melawan jika intimidasi itu sudah tergolong insane, nonsense, atau di luar akal sehat. Misalnya kita disuruh untuk membeli makanan (seperti kasus yang terjadi di KPI), kita bisa melawan dengan beralasan "aduh maaf perutku sedang sakit" atau alasan apapun untuk menolak permintaan itu.
Saya pun melakukan hal yang sama. Ketika senior menyuruh Saya untuk membelikan sesuatu, atau apapun di luar urusan pekerjaan, Saya selalu mempunyai banyak alasan untuk menolaknya.Â
Kenapa? Karena jika kita "nurut" saja ketika disuruh-suruh, senior akan menganggap kita sebagai junior penurut yang gampang untuk disuruh-suruh.Â
Dan anggapan dari senior tentang kita tentu imbasnya tidak baik, nantinya "suruhan" itu akan menjadi sebuah kebiasaan yang mereka lakukan.
Dekati Senior yang lebih Tua
Salah satu trik Saya yang lain agar tidak mendapatkan intimidasi adalah, dengan mendekati senior yang lebih tua (karyawan tetap). Kebetulan kami berasal dari Jawa, atas dasar kesamaan itulah yang membuat kami menjadi akrab.Â