Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Buruk Rupa Patah Hati

6 April 2021   22:03 Diperbarui: 6 April 2021   22:36 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar by Hara Nirankara

Tergambar sudah, sendu murkamu meninggikan debu hingga terombang-ambing oleh petaka. Membiaskan cahaya-cahaya hingga redup tanpa harap, mengusik detak waktu yang terus berjalan tak peduli sebanyak apa manusia yang kelaparan. Bagai gerimis di tengah aspal panas, amarahmu menguap di udara, terbang bebas tak terikat oleh ruang dan kehidupan. Semboyan nakal yang dulu kau perdengarkan, kini hanya tinggal memori yang tergerus lapuknya oleh usia.

Ketika hamparan syair-syair berubah menjadi dendam, badai terlamun dihadang sandiwara, tak ada yang tahu pasti semenyakitkan apa gejolak rindu yang terpendam selama ribuan hari. Tak tersentuh, tak terurai, tak terawat.

Singgasana yang kau bangun berubah menjadi istana rayap, dinding lapuk dihajar waktu tanpa kenal ampun. Lapisan-lapisan baja dipenuhi karat, hingga pedih mata ini menyaksikannya. Ukiran-ukiran isi hati sudah tak bisa dibaca, kumpulan harpa-harpa usang penuh nai, harus berapa lama lagi kau munggu untuk sebuah cinta? Tak ada kepastian walau miliaran kubik tinta kau tuliskan setiap hari.

Benar memang, tak ada salahnya terus mencoba. Tapi menunggu sesuatu yang tak pasti, hanya akan semakin memperdalam luka yang kau rasa.

Mungkin saja pujaanmu sudah mati, jantungnya tertusuk panah dari restu yang tak menyertai kau dan dia. Atau mungkin dia lari, tak kuat bersanding dengan wanita buruk rupa. Atau, mungkin juga dia sengaja mempermainkanmu, memperdayaimu hingga puas lalu tertawa, menjadikanmu boneka atau pelampiasan kejiwaannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun