Bicara masalah perselingkuhan, sebenarnya ini sebuah hal yang menurut Saya tabu. Karena tiap orang mempunyai alasannya sendiri melakukan selingkuh, entah mereka sudah menikah atau belum menikah. Namun yang ingin Saya bahas dalam tulisan ini bukan soal alasan mereka melakukan selingkuh, melainkan "berselingkuh" itu sendiri.
Secara bahasa, imbuhan "ber" mempunyai fungsi sebagai pembentukan kata kerja dan juga kata sifat. Kata dengan imbuhan "ber" yang digabungkan dengan kata kerja "selingkuh", mempunyai makna melakukan selingkuh. Nah, inilah yang akan Saya bahas dalam tulisan kali ini.
Banyak orang yang ketahuan berselingkuh, mendatangkan alibi bahwa perbuatan itu adalah sebuah kekhilafan. Dan "khilaf" ini sering menjadi kambing hitam seseorang dalam melakukan sesuatu yang bersifat merugikan orang lain.
Menurut Saya penggunaan "khilaf" dalam alibi merupakan sesuatu yang naif, kenapa bisa demikian? Karena setiap orang mempunyai Free Will yang artinya mereka mempunyai kuasa atas apa yang mereka lakukan. Berarti? Selingkuh atau berselingkuh merupakan sebuah pilihan yang bersangkutan ambil. Dan, apakah "pilihan" itu sebuah kekhilafan? Jawabannya adalah tidak. Karena lagi-lagi, sebelum mengambil keputusan untuk berselingkuh, pastinya yang bersangkutan akan memikirkan resikonya terlebih dahulu. Inilah yang sering menjadi kesesatan berpikir orang-orang yang selalu berkata "khilaf" ketika pilihannya menimbulkan konflik, atau masalah.
Ketika seseorang ketahuan berselingkuh, akui saja perbuatannya, akui saja pilihan yang ia buat. Karena dengan begitu, menandakan bahwa yang bersangkutan adalah orang yang bertanggung jawab.
Oke lah mungkin dalam hubungan keluarga, ada yang tidak harmonis. Atau juga, terdapat ketidakpuasan dalam hubungan seksual. Atau mungkin, keduanya sudah tidak sepaham lagi. Namun yang harus dicatat, tetap saja pilihan berselingkuh adalah sebuah kesadaran yang sudah dibuat, maka terlalu naif jika "khilaf" yang dijadikan alibi.
Saya teringat dengan perkataan guru teknik Saya dulu, ketika beliau mencecar Saya ketika terlambat masuk kelas. Beliau bertanya, kenapa kamu terlambat? Saya jawab, kesiangan namun jawaban Saya tidak diterima. Saya jawab, ban motor bocor namun lagi-lagi jawaban Saya tidak diterima. Lalu beliau mengatakan, "kalau kamu terlambat, akui saja dan meminta maaf. Jangan malah mengeluarkan alasan, karena setiap apa yang kamu lakukan memerlukan pertanggungjawaban." Saya pun terdiam dan memikirkan baik-baik perkataan itu.
Ya, ketika Saya mengenyam pendidikan, Saya ditemukan dengan guru-guru yang bijak. Saya pun sering mendapat omelan dari Ibu Saya yang bersifat membangun. Dan, Saya pun banyak ditemukan dengan teman-teman yang sering memperlakukan Saya dengan perkataan yang tajam, namun tujuannya untuk membentuk karakter Saya.
Memang benar, lingkungan mempengaruhi sikap kita, sifat kita, pemikiran kita, hingga semangat kita. Maka ada baiknya, selektiflah memilih teman yang beneran teman, dan teman yang sebatas teman.
Nah, ketika kita berselingkuh, artinya kita sudah membuat pilihan dan mengambil keputusan. Jika pada akhirnya kita berselingkuh lagi setelah ketahuan, atau berhenti berselingkuh, berarti kita sudah membuat dan mengambil pilihan itu.