Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Puasa Medsos, Isu Kecantikan, dan Kesehatan Mental

26 Januari 2021   20:59 Diperbarui: 26 Januari 2021   21:10 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama antara bulan November sampai dengan awal Januari 2021, Saya sempat menonaktifkan akun media sosial Saya. Saya tidak posting esai/artikel, tidak ada aktivitas di akun media sosial Saya. Hal itu Saya lakukan sebagai upaya self healing, karena menurut Saya, tiap hari konten di media sosial semakin mengarah ke hal "toxic", apalagi yang berkaitan dengan politik.

Jika kalian bertanya apakah Saya mempunyai masalah mental, jawabannya adalah "iya". Maka dari itu, Saya memutuskan untuk melakukan "puasa medsos". Dan jika kalian bertanya, adakah faktor lain yang menjadi penyebabnya? Jawabannya, ada.

Orang-orang yang mengikuti akun Saya, sudah sejak tahun 2016 mereka berkata bahwa Saya adalah seorang pemikir. Dan memang benar, Saya mempertanyakan tentang segalanya. Maka dari itu, iklim medsos yang menurut Saya semakin "toxic", akan semakin mempengaruhi Saya untuk berpikir. Ketika melihat sebuah konten di instagram atau twitter, Saya selalu berpikir tentang konten itu. Semakin banyak konten yang Saya lihat (yang menurut Saya bertentangan dengan logika Saya), semakin sering pula Saya berpikir.

Nah, dalam tulisan kali ini, Saya ingin membagikan manfaat yang Saya dapatkan dari puasa medsos.

Yang pertama adalah, pikiran Saya menjadi lebih tenang. Karena memang pada kenyataannya, selama puasa medsos, Saya tidak banyak berpikir dan vakum sementara dari dunia kepenulisan. Saya juga beranggapan bahwa, otak ini perlu istirahat dari hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan. Saya pun lebih banyak produktif di kehidupan riil, melakukan banyak hal yang selalu tertunda sebelumnya, menyelesaikan masalah yang harus diselesaikan.

Yang kedua adalah, kondisi mental Saya jauh lebih baik. Saya tidak lagi banyak berasumsi, tidak banyak berpikiran yang aneh-aneh. Selama beberapa bulan terakhir, Saya selalu melakukan sugesti-sugesti yang positif kepada diri Saya, yang berdampak pada meningkatnya kualitas hidup Saya. Lebih banyak waktu yang Saya berikan kepada keluarga, teman, dan juga kepada diri Saya sendiri. Kebiasaan buruk Saya dalam hal finansial pun, semakin berkurang. Saat ini Saya lebih bijak menentukan mana kebutuhan, dan mana keinginan.

Yang ketiga adalah, kondisi jasmani Saya semakin membaik. Maksudnya? Selama bergelut dalam dunia kepenulisan, Saya hampir tidak mempunyai waktu untuk merawat badan Saya. Bahkan, seperangkat krim kesehatan kulit yang dulu Saya beli, tidak Saya gunakan selama fokus dalam dunia kepenulisan. Hal ini tentunya memprihatinkan, karena Saya sampai lupa merawat tubuh Saya sendiri. Dan selama self healing, Saya kembali merawat tubuh Saya.

Apa yang membuat Saya kembali merawat tubuh? Saya teringat tentang ucapannya Nia Ramadhani, kalau tidak salah ingat dia berkata, "Kalau punya uang lebih, jangan dibuat beli baju atau fesyen, karena fesyen selalu berubah-ubah. Belilah perlengkapan perawatan kulit, karena ketika kulit bagus dan terawat, Kamu mau pakai baju model apapun akan kelihatan bagus/cocok."

Apa yang dikatakan oleh Nia, memang sebuah fakta. Kita memakai fesyen yang harganya mahal, tidak akan membuat kita otomatis menjadi ganteng atau cantik jika badan tidak dirawat. Namun ketika badan kita terawat, mau pakai fesyen murahan pun, pasti akan terlihat ganteng atau cantik, atau cocok.

Memang benar, kita semua terlahir ganteng atau cantik. Namun yang perlu menjadi catatan adalah, "Berlian saja tidak tahu kenapa harganya mahal, karena yang bisa menilai adalah orang yang melihatnya." 

Perumpamaan barusan bukan berarti semakin cantik atau ganteng orangnya, semakin mahal harganya. Tapi yang lebih tepat adalah soal persepsi orang banyak terhadap kita, karena jika kondisi fisik kita "kucel", pasti orang lain akan melemparkan persepsi negatif kepada kita.

Ya, pada kenyataannya kita hidup di dalam kultur masyarakat yang "gampang menilai", dan kita harus menerima itu sebagai sebuah kenyataan.

Oh ya, ada satu hal yang ingin Saya angkat mengenai kecantikan dan body shaming. Kalian pasti pernah mendengar dan melihat, ada seorang wanita gendut, berpenampilan apa adanya. Kemudian wanita itu dibully, lantas mendapatkan pembelaan dari orang dengan kalimat "Kamu cantik kok apa adanya begini bla bla bla".

I think it's totally bullshit, why? Karena orang yang berkata seperti itu tidak merasakan apa yang dialami oleh wanita gendut itu, dan fisik mereka pun glowing, fashionable, sudah cantik dari genetik. Mereka hanya membual demi membuat wanita itu berhenti menangis, misal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun