Perasa bergerak menyambangi debu-debu yang mengudara, pelihat menjadi saksi beribu biji cahaya bergerak bebas dalam ruang tak berakal.
Aku duduk di sini, bersama kepingan orang-orang telanjang. Memori-memori tergeletak berserakan.
Tak ada yang memiliki. Tak ada yang sudi menerjemahkan.
Aku pikir, awalnya masih ada kehidupan. Membuatku telanjang di depan badai setan. Berharap jantung ini kembali berdetak, melanjutkan mimpi yang sedang mati suri.
Jika kau melihatku terdiam, telapak tangan menguatkan logika yang hampir jatuh. Artinya aku sedang terluka.
Dan jika kau melihat mata ini membaca, beserta sihir yang menembus dimensi terdalam. Artinya aku sedang berharap.
Berharap kamu mampu membuatku berdiri lagi, percaya kembali. Berharap kamu bersedia menuntunku, berjalan denganmu menyusuri sungai penuh ingatan milik orang-orang mati.
Membuka lebar-lebar pintu hati yang sudah terkunci seabad lamanya. Penuh karat. Penuh rayap.
Jika kau memberiku balakosa, aku ucapkan terima kasih. Tapi ganendra terus memburuku, menginginkan batu permata yang tertanam dalam hatiku.
Jika kau ingin menyelamatkanku, ketahuilah, tak ada hal istimewa yang dapat aku berikan untukmu. Kecuali satu. Ketulusan.
Hanya itu yang aku miliki.
Kamus Sansekerta:
Balakosa: Kekuatan
Ganendra: Pasukan Dewa