Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hah, Wajib Militer? Are U Kidding Me?

21 Agustus 2020   10:22 Diperbarui: 21 Agustus 2020   10:52 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image Via TribunNews

Wacana memasukkan wajib militer guna menambah kecintaan kepada negara dalam dunia pendidikan tanah air, bukan hanya terjadi beberapa hari kemarin saja, tapi wacana itu sudah pernah digulirkan beberapa tahun yang lalu. 

Bahkan, ketika Saya masih berada di sekolah menengah atas, Saya mengalami sendiri 'wajib militer' versi ala kadarnya, atau yang biasa disebut dengan PBB, Paskibraka, dan mata pelajaran tambahan sejenis yang lainnya.

Sebenarnya, apa sih wajib militer itu? Wajib Militer adalah kewajiban bagi seorang pemuda warga negara (terutama pria umur 18 sampai 25 tahun) untuk menjadi anggota tentara dalam kurun waktu tertentu guna mengikuti pendidikan militer agar meningkatkan ketangguhan dan kedisiplinan itu sendiri. Aljazair, Angola, Austria, Brazil, Filipina, Israel, Korea Selatan, Korea Utara, Iran, Kuba, Mesir, Rusia, Singapura, Turki, hingga Yunani adalah contoh beberapa negara yang melaksanakan wajib militer bagi warga negaranya.

Lalu, bagaimana wacana wajib militer di Indonesia? wajib militer dilakukan oleh Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, yang akan mewajibkan mahasiswa untuk ikut wajib militer selama satu semester. 

Nantinya hasil dari pendidikan militer akan dimasukkan dalam SKS, yang salah satu tujuannya adalah agar milenial Indonesia tidak kalah dengan Korea Selatan yang mampu mengguncang dunia melalui budaya K-Pop. 

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nizam, mengatakan pendidikan Bela Negara direncanakan untuk diselenggarakan melalui skema Kampus Merdeka yang tengah berjalan sejak Januari. 

Dalam skema tersebut, mahasiswa diberikan waktu hingga dua semester untuk menjalani mata kuliah di luar program studi. Hal itu ia utarakan menyusul pernyataan Wakil Menteri Pertahanan, Wahyu Sakti Trenggono, yang menginginkan pendidikan militer melalui program Bela Negara bagi para mahasiswa dan terhitung dalam satuan kredit semester (SKS).

Dirjen Dikti Kemdikbud, Nizam, mengatakan bahwa dalam Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara, salah satunya mengamanahkan tentang hak warga negara Indonesia untuk menjadi komponen cadangan pertahanan negara. 

Meski demikian, Nizam menjelaskan bahwa program Bela Negara tidak hanya sebatas pelatihan fisik yang identik dengan pertahanan dunia militer. "Bela Negara itu kan luas sekali, tidak hanya fisik, tapi juga strategi, memahami tentang pertahanan negara, dan yang sekarang ini kan yang namanya perang itu juga tidak hanya pegang senapan, tapi ada siber, keuangan, biologi, nuklir, macam-macam, kan beragam sekali," kata Nizam kepada BBC News Indonesia, Senin (17/08). 

Berdasarkan itu, Nizam sebut hak untuk menjadi komponen cadangan pertahanan negara dapat dipenuhi melalui skema Kampus Merdeka untuk penyelenggaraan program Bela Negara yang sedang direncanakan dengan Kementerian Pertahanan (Kemhan) itu.

Sebenarnya yang jadi pertanyaan Saya adalah, efektifkah pendidikan militer bagi milenial untuk meningkatkan kecintaan terhadap bangsa dan negara? Ketika kita sedang berbicara mengenai kecintaan terhadap negara, tentu variabel penentunya bukan hanya mahir dalam menggunakan senjata, disiplin dalam tiap personal? Sedangkan kita ambil satu contoh seorang pemuda asal  Indonesia yang bernama Rich Brian. 

Apakah Brian tidak cinta kepada Indonesia jika Ia tidak mengikuti  wajib militer? Sedangkan karirnya di Amerika Serikat, identitas sebagai warga negara Indonesia Ia bawa dalam setiap konsep musik videonya. Fakta tersebut membuktikan bahwa, wajib militer bukan satu-satunya variabel penentu sikap kecintaan seseorang kepada negaranya. 

Lalu, apakah mereka yang tidak mengikuti wajib militer tetapi selalu membeli produk dalam negeri tidak bisa dikatakan cinta kepada Indonesia? akan sangat naif, jika wajib militer dijadikan argumen pembenaran oleh beberapa pihak untuk menghakimi kecintaan seseorang kepada negaranya. Karena apa? Karena bentuk kecintaan kepada negara bukan hanya soal pendidikan militer, tetapi ada banyak sekali variabelnya.

Alasan terkonyol mengenai wajib militer di Indonesia menurut saya, "agar milenial Indonesia tidak kalah dengan Korea Selatan yang mampu mengguncang dunia melalui budaya K-Pop". 

Jika orientasi wacana wajib militer di Indonesia salah satunya adalah agar tidak kalah dengan Korea Selatan yang bisa mengguncang dunia melalui K-Pop, itu namanya bukan cinta kepada negara, tetapi kita mengikuti tren yang dibawa oleh Korea Selatan. 

Dan apakah hal itu tidak mendistrosi esensi dari wajib militer itu sendiri? Apa gunanya wacana yang dianggap krusial ini jika yang dituju adalah tren? Persaingan? Eksistensi? Dan yang lebih parahnya adalah, bisa saja suatu saat nanti pendidikan militer dijadikan komoditi oleh banyak negara. 

Bisnis senjata misalnya, karena ketika banyak warga negara mengikuti wajib militer, artinya supply senjata dan alat yang lain harus tersedia. Dan akhirnya apa? Malah semakin menambah beban anggaran negara.

"Perkara cinta kepada negara tidak hanya bisa dibuktikan melalui pendidikan militer, karena tiap warga negara pasti mempunyai caranya masing-masing untuk mencintai Indonesia, tanah air mereka."

Sebenarnya yang menjadi pokok masalah serius seputar kecintaan terhadap negara adalah literasi. Sumber daya manusia negara ini melimpah, tetapi banyak di antara mereka yang kurang wawasan, kurang literasi, sehingga orientasi pendidikan mereka tertuju pada pekerjaan, mendapatkan gaji, dlsb. 

Padahal, dengan literasi (yang minimal) cukup, akan membuat banyak warga dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam diri mereka. Dan yang lebih penting apa? Cinta terhadap negara tidak cukup hanya dengan ketahanan fisik, tetapi juga asupan untuk otak kita, yaitu literasi.

Sampai kapan negara ini akan terus menjadi mental konsumen? Mental follow market? Dipecundangi terus menerus oleh elit yang rakus akan sumber daya alam negara kita? Sampai kapan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun