Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

O Thánatos

29 April 2020   02:21 Diperbarui: 29 April 2020   02:38 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Hara Nirankara

Ketika suasana hening menjadi mati, semua yang berputar dan mengalir tak lagi bergerak, di saat itulah kiranya tanda berakhir sudah cerita tentangku. Tentang Aku yang selalu menjagamu dari segala sudut. Tentang Aku yang senantiasa menyejukkanmu ketika gersang. Dan tentang Aku yang selalu setia Kau jadikan pelampiasan. Setiap amarahmu adalah makananku. Dan setiap pukulanmu adalah peribadahanku. Tak ada yang bisa menghentikan segenap rasa tentang Kamu. Tentang Kamu yang selalu Aku impikan. Tentang Kamu yang selalu menerangiku dikala gelap datang.

Sayang, kali ini Aku ingin bercerita. Tentang semua hal yang tak pernah Kau dengar. Tentang semua Aku yang tak pernah Kau tahu. Entah, Aku merasa bimbang, setiap saat bayangan itu selalu muncul mengagetkanku. Awalnya Aku merasa takut, karena itu bisa memisahkan kita berdua. Tapi semakin sering bayangan itu muncul, Aku menjadi terbiasa. Terbiasa hingga diri ini merasa nyaman, dan tak sabar untuk menyambutnya.

Rasanya sangat tenang, melebihi tenangku ketika bersamamu. Rasanya teramat nyaman, bekali lipat nyamannya dibanding semua yang Kau beri. Bayangan itu mulanya gelap, bahkan Aku yakin selain Aku pasti akan kesakitan. Namun bayangan itu perlahan terang, hingga terlihat pohon-pohon rindang, burung berkicau, dan gemericik air yang jatuh dari ketinggian. Sepoi semilir angin di dalamnya, hingga membuatku tertidur lelap. Aku takut, sayangku. Aku takut jika bayangan itu menggantikanmu. Dan Aku takut bayangan itu memisahkan Kau juga Aku.

Ketika malam datang. Ketika hening menyapa. Ketika kosong menyeru. Bayangan itu muncul dengan sendirinya, bahkan tanpa undanganku. Dia bercerita tentang yang indah. Dia bercerita tentang yang damai. Dia bercerita tentang yang bebas. Dia selalu menceritakan hal-hal yang berhasil menghipnotisku, dan membuatku terjatuh semakin dalam ke peluknya.

Maafkan Aku kasih. Maafkan jika suatu saat Aku benar-benar pergi darimu, meninggalkan semua memori tentang kita, meninggalkan cita-cita yang pernah tergambar, dan meninggalkan semua janji yang pernah terucap. Maafkan jika pada akhirnya Aku membuatmu menangis, sesak dadamu yang Aku rasakan begitu getir sudah terasa saat ini. 

Hidungmu yang memerah, bibirmu yang bergetar, matamu yang sendu menahan air mata, semuanya tergambar jelas dalam pikiranku. Tapi Aku bisa apa, pujuaan? Aku tak bisa melakukan apapun kecuali pasrah. Pasrah menerima semua kekalahanku. Pasrah menerima tancapan pedang yang mematikan nadiku. Pasrah menerima untuk kehilanganmu untuk selamanya.

Tuhan. Jika memang takdir ini Kau persiapkan, kiranya biarkan akan Aku untuk mengucapkan kata perpisahan. Kiranya biarkan Aku melakukan seuatu untuk dikenang untuk selamanya, oleh kasihku yang selama ini Aku jaga perasaannya. 

Ingin rasanya Aku mengelus rambutnya yang lembut, mencium bibirnya yang merah menawan, menatap matanya yang begitu indah, dan menyaksikan senyumannya yang teramat manis. Aku ingin sekali kembali merasakan nafasnya yang wangi, aroma tubuhnya yang begitu murni. Aku ingin sekali memeluknya dalam waktu yang lama, Tuhan.

Tak Aku sangkakan, beginilah akhirnya. Kisah yang dulu begitu kuat, hingga membuat orang-orang iri hati, harus berakhir dengan tragis. Tragis bagiku yang pergi jauh. Tragis baginya yang melepas kepergianku. Tak terbayang betapa merana dan hancur hatinya, saat harus berpisah denganku yang selama ini menyatu dengannya.

Bila suatu saat Kau berkenan, Tuhan. Aku ingin sekali kembali bertemu dengannya. Melanjutkan kisah yang terputus di tengah jalan. Melanjutkan kasih yang hancur di tengah persimpangan. Aku ingin sekali bertemu dengannya dalam suasana yang baru, di kehidupan yang baru pula. Tuhan, betapa nestapa hidup ini tanpa Dia. Dia yang selalu membuatku tertawa. Dia yang selalu membuatku bernilai.

Dan bayangan, lekaslah datang. Jangan biarkan harapannya semakin besar serta meninggi. Jangan biarkan Dia semakin melemparkan senyum manis kepadaku. Bayangan, cepatkanlah proses itu. Proses di mana jiwa dan jasad ini berpisah, serta mengurai tubuh yang penuh dengan lelah. Bawalah Aku pergi secepatnya, agar tak aku saksikan air mata yang bercucuran darinya. Bawalah Aku ke tempat yang kau janjikan, niscaya akan Aku tunggu sang pujaan. Menunggu lelah entah sampai kapan, agar bisa melanjutkan cerita yang belum usai tentang kita

Kematian, lekaslah datang. Lekaslah selesaikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun