Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berjuang Itu Tidak Gampang!

22 Februari 2020   09:00 Diperbarui: 22 Februari 2020   09:06 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu tidak akan pernah tahu betapa hebatnya dirimu tanpa mencobanya terlebih dulu, tak ada yang mustahil dalam hidup, tak ada yang bisa menghentika sebuah ambisi yang membara. Ya, teramat sayang jika hanya bisa menyesali, tanpa berbenah, tanpa tujuan. Bukankah hidup ini sebuah pencarian? Terserah apa yang kamu cari, menjadi kapitalis atau komunis, selagi kau masih bisa mengontrol nafsu, teruskanlah. 

Dengarlah manisku, aku pernah terpuruk, dan tak ada seorang pun yang sudi menyapaku. Sebuah keadaan dimana aku benar-benar patah hati, terjun bebas ke dalam palung mariana. Gelap! Menakutkan! Mematikan! Tapi apa gunanya duduk diam menunggu kematian? Sedang di dalam sana terdapat banyak sekali ancaman, yang mana bisa menjadi algojo sebelum kematian. Persetan! Aku harus bangkit dan kembali menyentuh cahaya di ujung dunia. Menampar mulut-mulut sialan. Menampar wajah-wajah setan.

Hah. Setan. Lagi-lagi setan. Sesekali aku ingin menampar wajah manis para malaikat yang terbuat dari cahaya. Akan aku buktikan kepada Tuhan yang Maha Agung, bahwa kiamat tak akan datang sebelum ambisiku tercapai.

Orang-orang berlalu lalang setiap hari, meludah sembarangan. Mereka pikir hal itu akan membuat keren? Bagaimana bila beberapa semut muntah terkena ludah? Kuman-kuman sekarat tak bisa berenang? Sesama makhluk hidup kok semena-mena? Apakah agamamu mengajarkan demikian? Merendahkan manusia lain seenaknya, tak peduli betapa getirnya hati dibuat oleh mereka. 

Sayangku, di luar sana masih banyak keajaiban, masih banyak peluang, masih banyak space untukmu bersinar terang. jika kau diremehkan, pukul mundur mereka semua! Sudah semakmur apa sehingga mereka berani meremehkanmu? Miskin itu standar palsu yang sengaja mereka ciptakan, agar kau terus lemah, terkapar tak berdaya, hingga mereka dengan leluasa menginjak-injak kau yang merdeka.

Jangan kalah. Jika kau tak bisa merasakan seperti yang mereka rasakan, maka ciptakanlah! Ciptakan kebahagiaanmu sendiri, ciptakan duniamu sendiri, lalu hantam mereka dengan segenap pesonamu. Kamu cantik, tak peduli orang-orang mengataimu gembrot, item, dekil. Kamu normal, tak peduli orang-orang melaknat orientasi seksualmu, pergaulanmu, gaya bicaramu, pakaianmu! 

Kamu berguna, jangan hiraukan manusia sialan yang menganggapmu tak punya tangan, mata, kaki, bahkan wajah! Tetaplah hidup dan bersinar walau ketidakadilan menyerangmu setiap detik. Tetaplah hidup dan bersinar walau mereka merendahkanmu, menganggapmu sebagai benalu atas keistimewaan yang kamu miliki. Tetaplah hidup dan bersinar, tak peduli seberapa hancurnya mentalmu karena mereka. Tetaplah hidup dan bersinar waau tak ada siapapun, tak ada apapun.

Hei, manisku. Kreatifitas itu tak mengenal batas. Tak mengenal usia, tak mengenal warna kulit, tak mengenal bentuk tubuh, tak mengenal gender, tak mengenal orientasi seksual, tak mengenal agama, tak mengenal apapun. Terbanglah! Raih bintang yang kau suka, singgahi langit yang kau tuju, ciptakan ekspektasi seperti apapun. Tak ada yang berhak untuk menghakimimu, tak ada yang berhak menyumpahimu.

Kasihku, kamu hebat dengan apapun yang melekat pada dirimu, kamu indah dengan segala keterbatasanmu. Orang-orang hebat tidak lahir secara instan. Mereka semua pernah berjuang. Mereka semua pernah diremehkan. Mereka semua pernah dikucilkan. Mereka semua pernah merasakan kesakitan. 

Tak perlu merasa kecil terhadap mereka yang hebat di masa muda, karena setiap orang mempunyai prosesnya masing-masing, mempunyai tragedinya masing-masing. Perjuangan Agnez Mo bukan satu atau dua tahun, tapi belasan tahun. Begitu pula dengan Jack Ma, Steve Jobb, bahkan Stephan Hawking. Kau pikir Jokowi atau Soeharto cuman modal dengkul? Mereka juga berjuang dengan cara mereka masing-masing.

Hapuslah air matamu, sayangku, teruskan pekerjaan yang belum kau selesaikan. Susun kembali puing-puing tujuanmu yang baru saja mereka hancurkan. Jika kau menyerah, yakinlah, aku orang pertama yang akan mengutukmu. Tak ada yang tahu kita akan berakhir seperti apa. Tak ada yang bisa memastikan kita akan menjadi siapa. Menjadi pecundang itu hina. Camkan itu!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun