Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jalan Pintas Itu Bernama Bunuh Diri

15 Januari 2020   09:13 Diperbarui: 15 Januari 2020   09:21 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari Shutterstock dan diedit ulang oleh Hara Nirankara

Misalnya dalam jenis yang keempat, suatu kelompok adat menerapkan kebijakan atau hukum baru dimana kebijakan/hukum itu terlihat berlebihan sehingga membuat orang X merasa tidak nyaman.

Jujur saja, jika disuruh untuk memahami penyebab orang melakukan bunuh diri, itu teramat susah. Kenapa? Karena kita tidak tahu persis apa yang dirasakan dan dialami oleh orang yang melakukan bunuh diri. 

Kita semua tidak tahu pasti, kapan orang itu akan melakukan bunuh diri. Dan hal yang bisa dijadikan sample hanyalah keterangan dari mereka yang pernah dijadikan tempat curhat, atau mereka yang secara langsung menjadi penyumbang terbesar dari bunuh diri seseorang. Misalnya putus cinta, maka orang terkasih lah yang dapat dijadikan sumber informasi.

Di Indonesia sendiri, banyak orang yang tidak tahu apapun, lantas menghakimi orang yang melakukan bunuh diri. Dalam konten yang menyangkut bunuh diri, terutama yang dimuat di media sosial, saya sering memberikan komentar, "Jangan menghakimi secara sepihak, kita harus mencari tahu dulu penyebab utama seseorang melakukan bunuh diri. 

Jangan pernah sesekali membandingkan beban orang A dengan beban yang dialami oleh orang X, terlebih membandingkannya dengan dirimu, karena apa? Sampai dunia ini kiamat pun, beban yang kalian alami tidak akan bisa balance." Setiap orang mempunyai masalahnya sendiri, bebannya sendiri, mempunyai tekanan mental yang berbeda-beda, mempunyai kekuatan yang berbeda pula dalam menjalani cobaan hidup.

Seharusnya masyarakat kita diajarkan untuk lebih peka terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan mental, agar masyarakat kita tidak dengan mudah menghakimi seseorang, memandang orang lain lebih lemah dari kita. 

Orang jaman sekarang tingkat individualisnya semakin tinggi, sehingga menganggap kejadian yang menimpa seseorang di luar sana merupakan kejadian remeh. 

Padahal, bisa saja suatu saat kejadian yang dianggap remeh itu terjadi pada diri kita senidir, dan bagaimana jika pada akhirnya hal itu terjadi? Apakah kita bisa menasehati diri kita sendiri? Karena pada kenyataannya, kita lebih mudah untuk menasehati orang lain ketimbang menasehati diri kita sendiri. 

Kita semua harusnya berkaca, intropeksi diri, apakah kita sudah lebih baik dari orang lain? Sudah lebih beruntung? Ada salah satu kalimat bijak yang pernah saya terima dulu, "Guru terbaik dalam hidup adalah pengalaman, terutama pengalaman orang lain." Tinggal bagimana kita menyikapinya, apakah akan berakhir bahagia seperti orang lain, ataukah berakhir menyedihkan dengan melakukan tindakan bunuh diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun