Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Kehidupan

11 Desember 2019   18:49 Diperbarui: 11 Desember 2019   18:49 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyedihkan sekali hidup ini, tiap hari menciptakan musibah, lantaran sendiri tak berkawan. Hidup begitu menyedihkan, ketika musibah yang diciptakan justru dinikmati sendiri. Kaku tegak berdiam tiada gerak, menahan membisu derita yang selalu berulang. Kawanku, tiada yang lebih indah dari perubahan. 

Apa-apa yang kau lakoni tidak akan merubah hidup walau sudah kau sugesti, karena apa? Karena memang itulah sebuah kehancuran. Munafik seolah berkuasa, menanamkan persepsi bahwa kau bisa merubah melaluinya, tapi sebenarnya kau hanya sedang dipermainkan. Oleh siapa? Oleh dirimu sendiri. Ya, hidup ini berkutat antara dirimu dengan dirimu yang lain. Keduanya, atau ketiganya, atau bahkan triliunannya, semua sedang berlomba, membuktikan siapa yang lebih hebat untuk menaklukkan hidup yang penuh dengan drama.

Setiap hari usia bertambah, setiap hari sisa hidup terus berkurang, sedang apa yang tengah kau lakukan manisku? Menyendiri di pojok ruang, berdua bersama dunia penuh khayal. Tidak sadarkah kau, sayangku? Waktumu semakin menipis, tubuhmu semakin rapuh, dan ragamu semakin memudar. Tak ada gunanya terus berspekulasi tentang paradoks, karena paradoks tetaplah paradoks, yang mana kau tak bisa untuk menaklukkannya.

Pergilah! Cari sesuatu yang membuatmu menjadi hidup, berlari lah terus engkau hingga wajahmu berseri, hingga keringat menguliti segala noda yang seabad abadi pada dirimu. Bukankah hidup ini adalah sebuah pencarian? Lantas, kenapa kau masih berdiam diri di pojok sudut? Asyik dengan duniamu sendiri, sedang dirimu yang lain juga memiliki dunia yang harus kau jalani, yang harus kau selesaikan misi demi sebuah cahaya yang menyinari seisi dunia.

Menarilah, sambut tangan-tangan yang lembut, senyum-senyum yang manis. Menarilah bersama mereka yang peduli kepadamu, puaskan dahaga mereka dengan kapasitas yang kamu miliki.

Tak ada yang perlu disesalkan dari sebuah kegagalan, tak ada yang perlu dirisaukan dari rasa malu. Selagi nyawamu masih ada, selagi tenagamu masih menyala, teruslah melangkah hingga kau benar-benar merasa beruntung. Beruntung lepas dari jubah besi yang mengerangkengmu, beruntung karena telah lepas dari kegagalan yang selalu mencoba menyesatkanmu.

Menangislah, manisku. Tak ada yang perlu disembunyikan, tak ada yang perlu digengsikan. Akui saja kesalahanmu, akui saja semua yang telah kau perbuat, hingga ribuan kubik air mata dari orang yang mengasihimu terbayar lunas oleh perubahan terbesar dari hidupmu. Tak ada yang bisa menyelamatkanmu selain dirimu sendiri, tak ada yang bisa mengkhianatimu selain dirimu sendiri, dan tak ada yang bisa mengalahkanmu selain dirimu sendiri. Pahami! Pahami kalimat terakhir yang aku beri untukmu, dan untuk diriku sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun