Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Be Yourself!

9 Desember 2019   19:46 Diperbarui: 9 Desember 2019   19:54 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jemari-jemari lelah menari bersama dengan malam, lentik lugu resah sesekali menyapa, "kiranya esok hari akan bagaimana, kiranya takdir mana lagi yang akan terlaksana.". Kulit tangan terasa kasar, lelah penuh perjuangan. Tapi yang kasar itu tetap menari, tak lelah walau semiliar badai batu melukai kepalan tangan. Menari terus, terus mengawang.

Debu dan angin malam sudah menjadi teman, yang sesekali menyembuhkan lewat hembusan. Tak parah, walau sebenarnya parah. Hidup memang layak disyukuri, walau setiap hari bermandikan keringat, setiap hari dikeringkan oleh sinar matahari yang menyengat. Tak akan ada yang tahu bagaimana tersiksa rasanya menjadi melarat, bejat.

Jemari-jemari yang lelah itu sesekali nakal di kala malam, dan di kala nafsu datang. Tak mungkin juga menolak uang, setidaknya, kelakuan nakal itu bisa memperpanjang umur. Tapi walau nakal dan bejat, dia selalu hormat dan merendah di depan mata semua manusia.

Tuhan sendiri bingung, kenapa Ia selalu yang disalahkan atas pilihan makhluk yang menuhankanNya, dan kenapa pula dimintai ampunan atas apa yang tidak diperintahkanNya. Orang-orang berbuat dzalim, mereka menjadi bangsat atas pilihan mereka sendiri.

Tetapi ketika mereka kumat ingin bertobat, selalu saja Tuhan yang dimintai pertolongan. Padahal orang-orang menjadi kaya, menjadi miskin, menjadi hebat, menjadi pecundang, atas pilihan dan kehendak mereka sendiri.

Sesekali dia menyapa bayangannya sendiri, mengajaknya berbicara, sambil terus meliuk-liukkan jemarinya. Dan malam ini akan sangat panjang, semakin melelahkan dengan bertambahnya permintaan. Rasanya ingin mengakhiri, wisuda dari kubangan lumpur yang hina. Tetapi setelah itu mau apa? Tak ada apa-apa, tak ada siapa-siapa.

Tidak masalah bagaimana orang memandangmu, menilaimu, bahkan melucutimu. Tetaplah hidup dan bersinar walau tak ada siapapun, tetaplah hidup dan bersinar walau semua manusia memusuhimu. Biar bagaimanapun juga, setiap insan bebas memilih, menentukan jalan hidupnya masing-masing. Merdekalah dengan segala kreatifitasmu, melalanglah dengan segenap keberanianmu.

Lihatlah, tidak ada satupun yang bisa memadamkan matahari dengan tekad untuk menyinari bumi ini. Jika kamu ingin menjadi dirimu sendiri, janganlah seperti bintang, karena bintang akan redup jika masanya telah habis. Jadilah dirimu sendiri layaknya matahari, seperti sinarnya yang tak akan pernah padam.

Teruslah melangkah, kawanku. Tak ada yang tahu kita akan berakhir seperti apa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun