Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahasa Tuhan

8 November 2019   22:18 Diperbarui: 8 November 2019   22:35 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image via Ahlulbaitindonesia

Agama, lagi-lagi agama masih menjadi isu, sebuah komoditi yang hingga saat ini masih diminati oleh banyak orang, khususnya oleh mereka yang gampang tersinggung. Kali ini akan kembali membahas masalah agama, terutama yang berkaitan dengan pernyataan Menteri Agama yang berpendapat bahwa berdo'a tidak harus menggunakan Bahasa Arab. Saya pribadi setuju dengn pernyataan Menag terkait hal itu, karena menurtu saya, Tuhan tidak berbahasa arab. Lagi pula, bagaimana dengan mereka yang tidak bisa berbahasa arab? Apakah mereka tidak layak berinteraksi dengan Tuhan?

Dulu sekali saya pernah membuat thread masalah bab berdo'a, saat itu saya mengangkat diskusi Sujiwo Tedjo dan Ainun Nadjib dalam sebuah forum yang disebut dengan Maiyah. Kalau tidak salah ingat, Cak Nun berkata bahwa, bagaimana dengan mereka yang buta? Tuli? Bisu? Buta aksara? Bagaimana dengan mereka yang tidak mengerti panjang dan pendeknya sebuah harokat? Bagaimanakah nasib orang yang tidak pandai membaca Qur'an? Pertanyaan beruntun dari Cak Nun itu berhasil membuat logika 'berasap'. Saya menyadari kekhawatiran dari pernyataan Cak Nun, dan saya juga memahami maksud dari perkataan beliau.

Coba kalian bayangkan, katakanlah saya ini beragama Islam tetapi saya buta, tuli, dan bisu. Kira-kira bagaimanakah cara saya untuk berinteraksi dengan Allah? Apakah dengan menyuruh orang lain untuk mewakili saya dalam beribadah? Atau dengan kemampuan saya yang ala kadarnya? Jika saya diwajibkan menggunakan bahasa arab, pasti saya akan mengutuk Allah karena telah mempermainkan saya. Untuk apa saya dilahirkan hanya untuk menderita di dunia, dan juga di akhirat kelak karena cara saya beribadah dan berinteraksi dengan Allah karena menyalahi aturan yang berlaku. Saya paham, pasti kalian semua akan berpikiran, "jika memang begitu keadaannya, tidak mengapa." Tapi sayangnya yang menjadi pokok bahasan saya bukanlah tentang keadaan fisik, tetapi BAHASA TUHAN.

Kenapa banyak orang Islam berdo'a menggunakan Bahasa Arab? Kenapa tidak menggunakan bahasa Indonesia saja? Atau, bahasa daerah? Kenapa di Indonesia ini, bahasa arab sangat dikultuskan oleh mayoritas umat Islam? Apakah benar bahwa bahasa arab itu istimewa? Saya tidak ada niatan untuk merendahkan Islam, tapi biarkan saya merefleksi ingatan kalian dengan tiga kasus yang dulu sempat viral.

Kasus pertama terjadi di Malaysia. Saat itu ditemukan ceceran kertas Qur'an di jalan, dan, peristiwa itu dipelintir oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Narasi yang dibangun atas kejadian itu menandakan seolah "ada orang yang sengaja menyobek Qur'an", padahal pada kenyataannya, ceceran Qur'an itu disebabkan oleh tiupan angin yang kencang. Atas viralnya disinformasi itu, banyak manusia lucu dari Indonesia yang melancarkan tuduhan kepada umat Yahudi dan Nasrani, serta kaum Zionis. Mereka berkomentar seolah mereka semua berada di tempat kejadian, hingga dengan seenaknya mengutuk umat agama lain.

Kasus yang kedua yaitu ketika Banser membakar bendera tahuid yang dijadikan alat  propaganda oleh HTI. Saat itu beritanya heboh di media sosial hingga terjadi perang virtual antara kubu Moderat dan Konservatif, dan, banyak juga manusia-manusia lucu yang menghujat Banser atas hal itu. Dalam kasus kedua ini saya tidak ada niatan untuk membela Banser karena saya setuju dengan pembakaran itu. Kenapa? Kenapa saya setuju dengan aksi pembakaran itu? Dulu sewaktu di sekolah dasar, Ustadz saya pernah mengajarkan jika ingin membuat buku yang di dalamnya ada tulisan dalam bahasa arab, lebih baik dibakar saja. Oleh sebab itulah saya setuju dengan pembakaran yang dilakukan oleh Banser, karena menurut saya, lebih baik dibakar daripada di simpan dalam gudang, yang bisa terkena debu, kotoran, hingga najis. Bukankah kalian menganggap bahwa Bahasa Arab itu suci? Maka dari itu, tidak ada yang salah dengan pembakaran bendera Tauhid yang dilakukan oleh Banser.

Kasus ketiga adalah tentang sepasang sandal japit yang diukir hingg membentuk bahasa arab. Pada kasus ketiga ini menurut saya teramat lucu, kenapa? Karena ukiran bahasa arab yang ada pada sepasang sandal itu berartikan "kanan" dan "kiri". Tapi anehnya banyak sekali manusia lucu dari umat Islam yang langsung tersinggung, marah-marah, menghakimi, hingga mengkutuk sang pengukir. Yang jadi pertanyaa, jika bahasa arab tidak boleh dijadikan bahan candaan, lantas orang arab sendiri ketika bercanda memakai bahasa apa? Sansekerta? Inilah lucunya masyarakat Indonesia yang masih awam peerihal agama tetapi berlagak seolah paling benar, walau sebenarnya di dalam pikiran mereka sering bermunculan pikiran-pikiran cabul.

Dengan refleksi tiga kasus di atas, saya ingin menenekankan kepada umat Islam yang lucu-lucu, janganlah kalian bersikap fanatik kepada Arab karena pada sejatinya tidaklah berbedan antara Arab dan negara atau wilayah lain.

Sedangkan Tuhan? Apakah Tuhan menggunankan bahasa arab? Apakah Tuhan hanya mengerti bahasa arab? Tidak, Tuhan tidak sebodoh itu, Tuhan tidak secupu itu yang hanya mengerti bahasa arab. Tuhan bisa mengerti bahasa apapun, bahkan Tuhan bisa mendengar dan paham dengan do'a yang dipersembahkan oleh orang yang buta, tuli, dan bisu.

Saya sendiri pernah berkata sesuatu kepada kalian, jika masih ingat, saat itu saya bertanya, "Tuhan menggunakan bahasa apa?", lalu saya menjawab sendiri, "bahasa Tuhan adalah matematika". Karena apa? Menurut saya, setidaknya hanya matematika (baca: angka) yang bisa dimengerti oleh manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun