Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mewaspadai Intervensi China

18 Oktober 2019   09:42 Diperbarui: 18 Oktober 2019   10:12 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image via Law-Justice

Inisiatif Satu Sabuk dan Satu Jalan atau yang biasa disebut dengan OBOR atau sebutan yang lebih sensitif, yaitu Jalur Sutra (Sabuk Ekonomi Jalur Sutra dan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21) adalah strategi pembangunan yang diusulkan oleh Presiden Tiongkok, Xi Jiping, yang berfokus pada konektivitas dan kerja sama antara negara-negara Eurasia, terutama Republik Rakyat Tiongkok. 

Strategi tersebut menegaskan tekad Tiongkok untuk mengambil peran lebih besar dalam urusan global dengan sebuah jaringan perdagangan yang berpusat di Tiongkok. 

Jalur Sabuk (Belt) adalah jalur darat. Sedangkan Sabuk Jalan (Road) adalah jalur laut. Tiongkok tengah merencanakan dan menjalankan proyek pembangunan di lebih dari 60 negara dengan estimasi biaya lebih dari 1 triliun US$.

Jika kalian masih ingat dengan postingan saya 2 tahun lalu, pasti kalian akan ingat dengan konflik Laut China Selatan dan porosJakarta-Beijing-Moskow yang pernah saya bahas. Dalam postingan itu pernah saya jelaskan bahwa Tiongkok berambisi untuk menjadi 'pemimpin' bagi Eurasia, khususnya Asia. 

Tiongkok mempunyai kendali penuh sepanjang Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan beberapa negara lain di Asia. Kalian bisa memulai menganalisa peranan Tiongkok pada konflik Tibet terlebih dahulu. Kebijakan represif Tiongkok terhadap Tibet merupakan babak awal bagi Tiongkok menuju negara pengendali, menggantikan Amerika Serikat. 

Poin utama yang saya singgung pada postingan LCS terdahulu ialah masalah jalur sutra. Indonesia terkenal dengan jalur sutra atau jalur maritim, karena jalur itu juga yang membuat Portugis dan VOC menjarah kekayaan alam Indonesia. 

Indonesia, melalui Presiden Jokowi, perlahan menghidupkan dan menyerahkan jalur itu kepada Tiongkok. Inilah yang luput dari pengawasan kebanyakan orang kita.

Kita beralih sebentar dari Indonesia. tahukah kalian, kenapa Tiongkok mendukung Suriah tapi enggan terlibat kontak senjata dengan AS dan Sekutu? Itu merupakan salah satu kebijakan luar negeri Tiongkok untuk mengamankan jalur sutra. 

Atau bisa dibilang, Tiongkok bermain di dua kaki, itu sudah menjadi kebiasaan Tiongkok dalam ranah geopol luar negeri. Suriah mempunyai jalur sutra yang tidak kalah strategis dari Indonesia. itulah sebabnya kenapa konflik di Timur Tengah tidak pernah berakhir. 

Amerika mengincar jalur sutra, Tiongkok pun mengincar hal yang sama, sedangkan negara yang dilanda konflik? Tentunya lebih memilih bersekutu dengan blok Timur daripada harus menyerah ke tangan Amerika dan sekutu.

Lalu yang berikutnya yaitu perihal kunjungan Presiden Jokowi ke Vietnam. Kedua negara ini menjalin keja sama di bidang maritim dan ZEE. Sebelumnya, 17-20 Juli 2017, Indonesia menjadi tuan rumah dalam acara Asean Inter-Parliamentary Assembly di Jakarta. 

Pertemuan itu membahas mengenai kerja sama maritim, terutama dalam masalah kedualatan laut dan pangan. Tentunya salah satu isu yang diangkat dalam pertemuan itu ialah isu OBOR. Tapi, tahukah kalian bahwa OBOR dapat mengancam kedaualatan dan stabilitas negara lain? 

Zorawar D Singh dalam tulisannya mengatakan bahwa meskipun OBOR ditulis sebagai  inisiatif ekonomi tetapi memiliki implikasi yang lebih dalam, khususnya keamanan. 

Sejauh mana aktivitas ekonomi Tiongkok yang meningkat di sepanjang jalur laut ini akan diterjemahkan ke dalam aktivitas militer dan dalam bentuk peningkatan kehadiran militer, terutama dalam hal instalasi permanen dan basis dukungan belum diketahui pasti. 

Jika kalian penasaran, silahkan cari berita mengenai pangkalan militer milik Tiongkok di sepanjang jalur sutra. Nanti kalian akan paham sendiri kenapa Tiongkok rela membuat mega proyek dengan estimasi biaya lebih dari 1 triliun US$.

Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, akan memainkan peran yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan OBOR. Presiden Jokowi juga telah menekankan pengembangan sektor maritim sebagai sarana untuk meningkatkan konektivitas di dalam negeri dan dengan dunia. 

Oleh sebab itulah, MP3EI juga digunakan dalam upaya pengembangan kegiatan maritim. Sedangkan keuntungan Indonesia ialah pengembangan industri dan investasi asing maupun pengembangan infrastruktur. 

Tapi benarkan itu merupakan keuntungan bagi Indonesia? jangan salah, keuntungan itu bisa membuat Indonesia kolaps. Akan saya bahas pada sesi akhir dari esai ini.

Laman BBC Indonesia pernah memuat headline "ikut jalur sutra modern China, keinginan Indonesia belum jelas." Fitch, selaku lembaga pemeringkat ekonomi, memperkirakan China akan menggelontorkan sekitar Rp 12.000 triliun dalam beragam proyek infrastruktur di sepanjang jalur sutra, termasuk Indonesia. 

Menurut Tirta, negosiasi teramat krusial lantaran China pasti menginginkan keuntungan besar dalam konteks bisnis maupun politik. China punya kekuatan ekonomi, militer, geopolitk. Indonesia mungkin mendapatkan sesuatu, tetapi tidak dengan harga murah, pasti China meminta trade-off. 

Tahukah kalian, trade-off apakah yang diinginkan oleh China dan membuat beberapa negara bankprut seketika karena utang luar negeri? Tentunya China meminta jaminan perusahaan milik negara. Biar saya paparkan tentang betapa bahayanya OBOR seperti yang sudah saya singgung di atas.

Laman Tirto.id memuat tentang langkah Malaysia dan Pakistan yang menyatakan akan menimbang ulang kesepakatan mereka dengan China terkait Inisiatif Satu Sabuk dan Satu Jalan atau OBOR. 

Islamabad merasa bahwa kesepakatan yang telah ditandatangani kedua negara lebih dari satu dekade yang lalu itu tidak adil dan lebih banyak menguntungkan perusahaan-perusahaan China. China-Pakistan Economic Corridor adalah proyek pembangunan raksaksa yang bertujuan untuk menyambungkan Pelabuhan Gwadar di Pakistan dengan daerah Xinjiang di China melalui jalan raya, jalur kereta, serta pipa bawah tanah. 

Menurut Financial Times, CPEC merupakan proyek terbesar dan paling ambisius dari OBOR yang nilainya sekitar 62 miliar US$. PM Malaysia, Mahathir Mohamad pada bulan Juli, mengatakan sejumlah proyek terkait OBOR di Malaysia dihentikan sementara dan biaya-biaya proyek itu akan ditinjau kembali. 

Keputusan itu diambil oleh PM Malaysia karena ia tidak mau terciptanya sebuah kondisi di mana kolonialisme versi baru tercipta karena negara-negara miskin tidak mampu bersaing dengan negara kaya, maka dari itu kita membutuhkan perdagangan yang adil.

Financial Times mencatat, Pakistan, Sri Lanka, Laos, dan Montenegro, masuk dalam daftar proyek OBOR yang tersendat dan berakhir dengan utang yang menggunung, seperti kasus Sri Lanka dan Maladewa. Jumlah negara yang mengalami hal serupa bukan tidak mungkin akan bertambah. 

Menurut Financial Times, banyak dari 70-an negara yang terlibat dalam OBOR adalah negara-negara dengan ekonomi yang cukup berisiko menurut data yang dikeluarkan oleh OECD. 

Guardian melaporkan, mereka khawatir China akan menggunakan OBOR sebagai alat diplomasi perangkap utang yang nantinya akan dimanfaatkan untuk hal-hal yang menguntungkan China, misalnya dalam kasus pertikaian LCS dan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia. 

Sejumlah negara lain juga khawatir bahwa kehadiran China melalui OBOR di banyak negara akhirnya akan berujung pada ekspansi militer.

Di Indoneisa sendiri salah satu proyek OBOR yang sedang berjalan adalah proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Presiden Jokowi menyambut OBOR secara posiitf karena dirasa sejalan dengan visinya untuk mengembangkan Indonesia sebagai negara maritim. 

Meski demikian, laporan dari Tenggara Strategics, Indonesia mesti bersikap hati-hati terhadap inisiatif. Terlebih, kontroversi terkait rumor tenaga kerja China dalam waktu beberapa terakhir ini cukup marak. Bukan tidak mungkin, saat Indonesia tidak berhati-hati, negara ini akan memiliki masalah dengan OBOR.

Seperti yang sering saya tekankan pada esai yang membahas masalah ekonomi Indonesia, bahwa Indonesia (dan negara) lain, hanya dijadikan arena adu kekuatan perang dagang antara China dan AS. Mungkin oleh sebab itulah Bung Karno mewanti-wanti agar negara ini bisa Berdikari. 

Jangan sampai Indonesia lepas dari cengkraman Amerika, masuk ke dalam cengkraman China. Namun sayangnya sikap non-blok yang diprioritaskan oleh Bung Karno, semakin berganti pemimpin, semakin condong ke salah satu blok.

Analisa saya dalam esai kali ini jelas mematahkan argumen Projo yang berkata bahwa Jokowi mengemban NawaCita, Soekarnois, dan juga sekaligus mematahkan Tesis Agustus yang dimuat dalam IndoProgress.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun