Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Surat kepada Siapa

14 Oktober 2019   22:27 Diperbarui: 14 Oktober 2019   22:36 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Hara Nirankara

Sesekali aku tatap matamu, memasuki segala misteri yang tersimpan di dalam jantungmu. Jatuh semakin dalam syair penuh asap, yang sesekali juga menyedakku. Ketika aku semakin menyelam, tak ada satu pun yang terlihat. Kosong dan hampa, sekiranya itu yang aku rasa dalam dimensimu.

Sayangku, luas dunia tak sebanding dengan luasnya langit. Sedang kau dan aku hanya seper-kecil dibanding miliaran unsur yang ada, dan yang tersembunyi. Mungkin benar, tak ada yang mesti ditakutkan lagi, karena pasti rumus statistika tak mampu menjawabnya, jika sampel yang ada teramat banyak. Jangan khawatir. Suatu saat akan datang keajaiban, yang dapat membuat dimensimu berwarna kembali.

Mungkin memang benar, aku berharap menjadi salah satunya, yang lekas memulihkan pilumu, dan yang lekas membawamu hidup kembali. Tapi berandai-andai hanya sekedar andai, kamu terlalu misterius untuk aku pahami.

Ada orang yang tiap harinya murung, mendung seperti awan hitam yang menahan badai. Aku tidak tahu kapan awan itu akan pecah, hingga seisi dunia lari ketakutan. Cobalah kembali berandai, andaikan saja orang itu adalah kamu, aku tak akan lari menjauhimu. Aku akan pandangi terus kamu, sampai kamu benar-benar ingin berbicara. Membicarakan sekelumit misteri tentang kamu. Membicarakan tentang kepingan hatimu yang tak terhingga.

Kau boleh merasa, kecewa, serta menyembunyikan semua yang kau rasa. Silahkan berkilah, berlagak sombong nothing happen. Tapi aku masih berusaha, mencoba menerka semua tentang kamu, hingga akhirnya aku benar-benar tahu dan mengerti, tentang bagaimana caramu bertahan hidup. Bertahan di atas dunia yang penuh dengan kemunafikan ini. Bertahan dari segala cemooh yang menghujanimu. Bertahan dengan begitu sempurna di atas kerapuhanmu.

Jika aku boleh tahu, kiranya apa yang bisa menguatkanmu? Mungkin saja suatu saat aku sepertimu, bahkan mungkin berjuta lebih parah darimu. Tapi kita memandangi langit yang sama, berpijak pada bumi yang sama pula, dan bernafas dengan udara yang sama. Betapa nistanya diriku jika tak bisa menandingi kekuatanmu dalam bertahan.

Lihatlah. Angin menerbangkan segala benda, menyejukkan segala benda, dan juga mematikan segala benda. Ah, aku ingin bertahan di sini selamanya, bersama hembusan angin yang berhasil merusak logikaku. Dan juga bersamamu, bersama melawan segala ketidak-mungkinan, bersama-sama dalam memecahkan teka-teki kehidupan.

Aku sedang diperkosa oleh angin ketika menulis surat ini. Dikelilingi oleh hamparan laut lepas. Disanding oleh dedaunan yang hampir mati. Tak ada satu orang pun di sini. Hanya aku, di sini. Tak ada Malaikat yang sudi untuk singgah dan bertanya. Bahkan Iblis pun takut setengah mati dengan tempat ini.

Suatu saat kita akan berpisah, manisku. Entah oleh sebab apa, biarkan itu tetap menjadi misteri yang tak akan pernah terpecahkan. Dan jika suatu saat kaum senja telah binasa, yakinlah, salah satunya adalah aku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun