Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta Beda Agama

10 Oktober 2019   06:42 Diperbarui: 10 Oktober 2019   07:52 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Hara Nirankara

Di suatu masa nanti, akan tiba saatnya kau dan aku berpisah, berhenti berbicara, atau bahkan berhenti mengenal. Kita tak lagi bertegur sapa, kita tak saling bermain bersama. Walau pada akhirnya nanti kamu akan lupa, tapi tidak dengan aku. Akan selalu aku ingat, tentang senyummu, tentang tawamu, tentang candaanmu. Aku akan selalu mengingat setiap inchi aromamu, setiap detak jantungmu, tentang sentuhan lembut yang pernah kau beri.

Perpisahan memang jalan terpahit, setiap kata akan selalu teringat, tentang rindu, tentang nafsu. Ada kalanya kita harus saling merelakan, ada kalanya kita harus kalah kepada kenyataan. Namun rasanya tak rela, ketika kita temukan sosok yang begitu berharga, yang tak akan pernah tergantikan. Aku bahkan sudah lupa, sesering apa kenangan-kenangan yang telah kita ciptakan, tak terhitung saking banyaknya.

Memori ini akan aku simpan. Memori tentang kita, memori tentang petualangan menaklukkan dunia, memori tentang dua manusia yang sama-sama mencari.

Peradaban ini tersusun rapih, tentang yang hilang, tentang yang mati, dan tentang yang musnah. Aku bahkan tidak menyangka akan kehilanganmu, berselisih paham teramat menyakitkan, apalagi berbeda keyakinan.

Namun suatu saat akan kita dapati, yang satu keyakinan belum tentu bahagia, yang sepaham belum tentu saling mengerti. Dan seperti itulah kehidupan. Penuh dengan misteri. Penuh dengan teka-teki. Penuh dengan tragedi. Semoga Tuhan lekas sembuh, sehingga Ia mampu menetralkan ketidak-seimbangan ini. Sehingga yang beda layak diterima. Sehingga yang beda layak untuk bersatu. Sehingga tak akan ada lagi air mata yang jatuh, oleh sebab yang berbeda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun