Andaikan datang bulan purnama, aku mohon Tuhan, tolong jaga dia. Aku menyayanginya lebih dari segalanya. Dan jika patahan dahan kenanga tumbuh bersama kunang-kunang, aku minta Tuhan, lelapkan ia dalam tidurnya.
Entah mengapa, semenjak peristiwa jatuhnya matahari, tak lagi aku rasa sebuah masa depan. Â Semuanya hancur tanpa pernah bisa utuh, lenyap tanpa tersisa. Tatapan-tatapan kosong setia menyelimuti auraku. Sedang gelap tanpa kawan, mati tak berkawan.
Aku menerka, kiranya apa lagi yang akan mengalahkanku. Sedetik, seminggu, seabad lamanya aku menunggu, tak kunjung datang juga sang malapetaka. Justru di sela-sela tidur lelapku, tragedi per tragedi mulai menuangkan racun. Yang mana nantinya akan aku minum, tanpa ada kuasa untuk bertanya.
Aku tak pernah memuja setan. Tak pernah mengabdi ke neraka. Tapi entah, hawa gersang nan panas selalu ada lewat bayang-bayang. Seolah aku berada dilindungannya, tapi sengsara yang selalu aku rasa.
Jika memang benar cinta itu ada, aku mohon, jangan pernah beritakan perihal cinta kepadaku. Aku tak ingin mengenal cinta. Tak ingin jatuh cinta. Jika memang benar cinta itu menyatukan dua manusia, aku mohon, palingkanlah aku dari cinta. Karena aku tau, aku tak akan pernah menyatu dengannya. Kasta kita terlalu berbeda. Martabat kita terlampau jauh jaraknya. Sedang restu sang Ibunda, tak akan pernah singgah menyapa.
Tuhan, pejamkanlah mata ini selamanya, agar aku tak lagi bisa melihat, bahkan di hari bahagianya.