Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsep Agnostik

11 Agustus 2019   17:55 Diperbarui: 11 Agustus 2019   17:56 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Hara Nirankara

Sebenarnya saya sudah pernah membahas perihal Agnostik beberapa kali di akun yang dulu tumbang. Tapi berhubung banyak followers baru yang meminta saya untuk membahas Agnostik, maka saya akan sanggupi. Tapi, yang saya bahas ini secara umum saja. Saya tidak akan terlalu mendalam membahas Agnostik dari sisi historisnya.

Agnostik itu apa sih? Agnostik secara sederhananya yaitu merupakan orang-orang yang sudah tidak memiliki kepercayaan terhadap agama. Nah, pemahaman yang seperti itulah yang akhirnya memunculkan sebuah konsep kepercayaan yang disebut dengan Agnostik. Loh, kenapa bisa Agnostik disebut dengan konsep kepercayaan? Sedangkan mereka sendiri tidak mempunyai sebuah kepercayaan seperti halnya mereka yang beragama?

Agnostik itu sebuah konsep keperyaaan "yang tidak percaya dengan konsep agama". Analoginya, di Negera yang Demokrasi ini rakyat disuruh memilih calon pemimpin ketika pemilihan umum tiba. Nah, mereka yang golput memilih untuk tidak memilih karena menganggap semua politikus sama saja. Golput ini bisa disamakan dengan Agnostik karena tidak menaruh kepercayaan yang dipercayai oleh banyak orang.

Agnostik sendiri dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang masih ragu akan eksistensi Tuhan, dan mereka yang tidak meragukan eksistensi Tuhan.

Saya sering menemui statment nyeleneh seperti ini, "Orang yang malas beribadah menganggap diri mereka sebagai Agnos maupun Atheist." Kawanku, jelas mereka akan malas beribadah karena sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap konsep agama. Buat apa mereka beribadah seperti para Teis? La wong mereka saja sudah tidak percaya dengan konsep agama, kok. Statment di atas lebih tepat ditujukan kepada Agnos dan Atheist setengah matang. Banyak juga orang yang malas beribadah lantas mendeklarasikan diri sebagai seorang Agnos maupun Atheist.

Saya ambil sample diri saya sendiri sebagai seorang Agnostik. Saya menjadi seorang Agnostik berawal dari sebuah cekcok umat beragama di media sosial pada tahun 2012. Saya berpikir, kenapa umat bergama saling hina? Cekcok? Mulai dari kesadaran itulah saya mulai ragu dengan konsep agama. Saya bisa dibilang saat itu masih menjadi Agnostik setengah matang. Tapi untuk saat ini? Saya sudah murni menjadi seorang Agnostik.

Di dalam agama saya yang dulu, yaitu Islam, tidak dijelaskan tata cara sholat, wudhu, harus membaca ayat apa saja, harus melakukan gerakan yang seperti apa saja. Saya serius, coba kalian cari di dalam Qur'an, apakah ada detail beribadah seperti yang saya sebutkan di atas? Tidak ada! Allah melalui Qur'an hanya menyuruh umatnya untuk beribadah. Tidak ada penjelasan harus beribadah yang bagaimana dan seperti apa. Sedangkan gerakan-gerakan sholat, bacaan, tata cara, itu semua terangkai melalui penuturan sahabat Nabi Muhammad dan juga melalui riwayat serta hadist.

Lantas, apa yang mendasari kalian semua para Teis untuk bertanya perihal ibadahnya Agnostik? Ibadah saya seperti apa sih? Kalian tidak akan pernah tahu dan paham bagaimana cara saya beribadah. Tapi kalian bisa membedah konsep hidup saya yaitu, berbuat baik dan tidak merugikan orang lain, serta tidak mencampuri yang bukan urusan saya [urusan pribadi tiap manusia]. Melalui konsep yang saya sebutkan barusan, kalian dapat membedah agar mengetahui cara saya beribadah. Jika belum paham, biar saya kasih clue: ibadah banyak sekali macam dan caranya.

Lalu, Tuhan yang saya percayai itu Tuhan yang seperti apa sih? Tuhan saya tidak memiliki nama, tidak memiliki bentuk, tidak memiliki asal usul, tidak memiliki riwayat apapun. Tuhan saya tidak akan membuat saya menjadi kaya raya jika saya hanya bermalas-malasan. Lantas, jika Tuhan tidak melakukan apapun untuk saya, untuk apa saya menyembahnya? Saya hanya perlu mempercayaiNya saja. Itu sudah lebih dari cukup.

Jika ada yang bertanya "Lalu, Tuhan itu sebenarnya apa? Dan seperti apa?". Pembahasan ini akan melebar jika saya menjawab pertanyaan tadi. Seperti, bagaimana, dan di manakah Tuhan, itu akan masuk ke dalam Konsep KeTuhanan. Tapi sederhananya, untuk menjawab pertanyaan tadi, saya hanya perlu menjawab "Manunggaling Kawulo Gusti".

Saya yakin, akan ada banyak umat beragama yang mencaci saya karena esai ini. Tapi yang perlu ditekankan, jika kalian mencaci hanya karena membaca esai ini, apakah kalian pantas disebut dengan umat yang beragama dan berTuhan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun