Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Koneksi Antar Dimensi

8 Agustus 2019   22:27 Diperbarui: 8 Agustus 2019   23:24 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Hara Nirankara

Pernah mendengar kosmik yang menabrak jutaan bintang? Jutaan bintang itu hancur, tak menyisakan apapun. Aku tidak bisa membayang jika akulah sang bintang. Terjebak di antara nalar dan perasaan. Entah lari, atau pasrah menunggu mati. Terdengar aneh memang. Tapi kamu, aku ibaratkan sebagai kosmik. Sedangkan jutaan bintang itu bukan aku. Tapi perasaanku, inderaku, nadiku, sel-sel saraf yang menjalar di sekubur tubuh. Atau bahkan miliaran kuman ilegal yang menghuni tubuhku.

Pada kenyataannya kamu datang tanpa permisi, tanpa aku undang. Sampai detik ini aku tidak mengerti, fenomena apakah yang membuat ragaku cacat. Kau datang membawa senyuman. Kau datang membawa tatapan yang indah. Manusia mana yang mampu menolak? Dan seperti itulah aku.

Menerimamu dengan lapang dada walau kamu telah lancang. Seperti kosmik, energimu begitu tinggi. sedang auramu membius logikaku. Dan oleh karena itulah perasaanku menjadi superior. Terus menciptakan drama, agar kamu dan aku bisa sering bertemu. Padahal logikaku yang telah lumpuh berkata "pergilah!". Karena ada orang lain yang sedang aku jaga. Walau pada sejatinya aku tidak tahu, apakah orang lain itu bersedia berlabuh abadi ke dalam jiwa dan ragaku.

Belum ada yang bisa mengalahkan kosmik, dan kamu. Aku benar-benar tidak berdaya menghadapi invasi dirimu, memaksaku untuk takluk dan tundu menyerahkan mahkotaku kepadamu.

Manisku, aku pernah berusaha untuk melawanmu. Berusaha mengambil semua yang telah kau renggut dariku. Aku mencari sekutu. Melalui narasi-narasi pra senja aku kukuhkan niat serta tujuanku untuk melawanmu. Sekutuku bersorak gembira, kristal di mata mereka semakin membuatku merasa kuat. Berbagai strategi kuno hingga licik telah kami susun. Tapi pada faktanya aku kalah sebelum belati ini melaju kencang menusukmu.

Aku terlalu iba, mengampunimu dan mengkhianati semua sekutuku. Matamu yang indah, senyummu yang manis, dan wajahmu yang cerah membuat semua strategiku berantakan. Aku sama sekali tak berdaya menghadapi pertahananmu.

Ketika melihatmu, aku merasa hidup. Beban-beban yang selama ini menjeratku seolah musnah. Dan ketika aku di dekatmu, aku merasa nyaman. Entah setan macam apa yang berhasil mempropagandakan semua ini, hingga aku benar-benar kalah sebelum mencoba.

Entah sampai kapan aku akan terus begini. Pasrah ketika kau cerca, pasrah ketika kau jadikan budak. Nayatanya walaupun aku diperbudak, aku merasa bahagia. Ya aku "merasa" bahagia. Keparat memang yang namanya perasaan. Mereka menari gembira di atas penderitaanku. Mereka terbang melayang meludahi logikaku yang seabad telah lumpuh.

Jika kosmik memusnahkan jutaan bintang, maka kamu memusnahkan hanya satu. Yaitu logikaku. Sedang perkara perasaan-perasaan, memang pada dasarnya mereka suka menciptakan drama. Dan siapakah yang tersakiti paling akhhir? Mataku! Air yang menetes darinya mengucur tanpa henti, berharap logika akan segera pulih, dan memusnahkan semua tentang kamu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun