Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memperkosa Alam Bawah Sadar

28 Juli 2019   02:37 Diperbarui: 28 Juli 2019   02:40 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image By Hara Nirankara

Tulisan saya masih akan berkutat pada makhluk yang disebut manusia. Manusia sendiri menyimpan banyak rahasia, mempunyai daya pikir yang bermacam-macam. Dan, pikiran mereka sukar untuk ditebak. Tulisan ini tidak akan jauh dari manusia dan kemanusiaan. Dan akan berakhir pada pola pikir manusia.

Ada kalimat bijak yang berbunyi seperti ini "manusia yang paling lemah adalah manusia yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapatkan banyak teman, tetapi menyia-nyiakannya." Apa sih yang kamu lihat dari sosok temanmu? Lemah, pintar, tegas, bodoh, tampan, tinggi, jelek, cebol? 

Lalu ketika kamu memilih untuk mendapatkan teman, seperti apa kriterianya? Apakah kalian memilih teman berdasarkan fisik? Mengeneralisir? Atau, memilih berdasarkan kemampuan serta kepribadian? Pasti banyak di antara kamu yang memilih teman karena mempunyai sebuah kecocokan, kan? Entah cocok dalam pemikiran, hobi, atau karena gaya berkomunikasi. Lalu, perlakuan seperti apa yang kamu berikan kepada temanmu itu? Masih bingung? Saya berikan contoh.

Misalkan saya. Saya adalah pribadi yang tidak memilih-milih teman. Mereka mau berasal dari latar belakang yang seperti dan bagaimana, saya tidak pernah mengambil pusing. Saya mempunyai banyak teman, tetapi saya hanya dekat dengan satu atau dua orang teman saja. Katakanlah ada salah satu teman saya yang fisiknya di bawah standar. 

Lalu ada manusia yang juga teman saya berkata "Har, kamu kok mau sih berteman sama dia? Udah kulitnya hitam, banyak jerawatnya, gendut, dekil, dan jelek." Saya diam beberapa saat dan menjawab pertanyaan itu. "oh, si X? Memang fisik yang ia miliki sama persis dengan penilaianmu. Tapi kan kamu hanya bisa menilai dari luar saja, kan? Si X walaupun di bawah standar, tapi dia orang yang cerdas. Ia memiliki idealisme yang tinggi, pemikiran yang luas, dan enak untuk diajak diskusi." 

Dari dua buah percakapan itu sudah dapat dilihat, bahwa kita tidak boleh menilai hanya dari satu sisi saja. Apalagi sampai menghina fisik. Sejelek/setampan apapun dia, dia memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada satu pun manusia di bumi yang hanya memiliki kelebihan saja, atau hanya memiliki kekurangan saja. 

Coba bayangkan, andai saja si X mendengar percakapan tadi. Bagaimanakah perasaannya? Atau, bagaimana bila kamu yang menjadi si X? Contoh yang saya berikan sangatlah sederhana, bahkan terlihat receh. Tapi dari yang sederhana dan receh itu bisa memicu reaksi yang lebih besar. Kan sudah saya katakan kalau manusia itu menyimpan banyak rahasia dan cara berfikir. Bagaimana jika si X merasa sakit hati dan melakukan hal yang tidak diinginkan? Bayangkan.

Contoh yang lain. Misalkan ada dua orang, sebut saja Dani dan Danu. Mereka ini berteman baik, sering jalan bareng, main bareng, bertukar pikiran. Suatu saat Dani berbincang dengan Dono. Dani berkata kepada Dono bahwa sebenarnya Dani sangat risih jika harus sering bertemu dengan Danu. Dani berbicara bla bla bla yang intinya bertolak belakang dengan keakraban dia dan Danu. 

Tidak disangka, ternyata Danu mendengar percakapan itu tetapi Danu hanya diam saja, terus mendengarkan. Danu merasa kecewa dengan ucapan Dani, menangislah Danu yang sedang berdiri di depan pintu. Katakanlah Danu adalah pribadi yang kalem dan bisa menahan emosi. Ketika hendak meinggalkan rumah kos Dono, ternyata Dani melihat Danu yang sedang menangis dan beranjak pergi meninggalkan rumah kos. 

Dani merasa bersalah, dikejarlah Danu oleh Dani dan Dani meminta maaf atas segala ucapannya yang menyakitkan itu. Danu memaafkan, tetapi Danu mengeluarkan kalimat yang bisa membuat kamu semua menjungkir-balikkan logika. Danu berkata "saya sudah memaafkan kamu kok, Dan. Aku hargai keberanianmu untuk meminta maaf. 

Tapi apakah kamu akan melakukan hal yang sama andai saja aku tidak mendengar percakapanmu dengan Dono? Apakah kamu akan meminta maaf kepadaku karena sudah berujar yang menyakiti hatiku walau andaikan aku tidak ada di sana? Ataukah kamu akan melanjutkan ucapanmu itu tanpa merasa bersalah sedikit pun?". Perkataan Danu begitu sederhana, tapi bisa membuat kamu semua yang membaca tiba-tiba bisu, tidak bisa berfikir. Ini berkaitan dengan pola pikir manusia yang begitu kompleks.

Saya sendiri diskusi dengan Nanang [teman baik saya] ketika sedang ngopi tempo hari perihal ini. Kebanyakan manusia nyocot dulu, mikir belakangan. Saya dengan tegas bilang kepada teman saya bahwa, saat ini kita hidup di jaman Post-Modernisme. Tidak ada salah dan benar. Semuanya relatif. Logika kita dipaksa untuk tnduk bahkan mati pada jaman ini. 

Kita tidak bisa untuk berpikir jernih, berhati-hati dalam bicara ataupun bertindak. Itulah sebabnya kenapa saya bela-belain menulis panjang lebar tentang "Membedah Konsep Berpikir Manusia" hanya untuk menyampaikan: utamakan logika, pikiran, otak. Karena tiga hal itulah yang bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar. 

Minggu malam saya bertanya kepada teman saya itu, apakah ia memiliki waktu luang atau tidak. Saya berniat mengajaknya untuk ngopi di pedesaan, agar kepala saya yang pusing waktu itu bisa segera sembuh. Saya pusing bukan karena migran atau tidak punya uang, saya pusing karena saya sedang menyaksikan pergulatan antara logika dan perasaan yang ada di dalam diri saya.

Saat itu saya benar-benar hampir gila karena harus memilih salah satu di antara dua pilihan yang sama-sama saya inginkan. Saya berterus terang kepada teman saya, saya ingin sekali berdiskusi masalah kebatinan. Dan sampailah pada saat itu. Di temani segelas kopi robusta tubruk, singkong keju, bakso goreng, tempe mendoan, dan suasana yang begitu tenang nan asri. Teman saya mencoba menyadarkan saya dengan menerangkan: kamu harus menggunakan logika kamu, Har. 

Terkadang apa yang kamu rasa dan inginkan sama-sama benar. Tetapi kamu harus menggunakan logika kamu untuk memilih salah satu di antara yang benar itu.

Kita kembali pada inti dari tulisan ini. Kita harus bisa menjadi manusia yang seutuhnya. Menjadi manusia yang memanusiakan manusia. Kita harus berpikir, menimbang, dan menilai sebelum akhirnya memutuskan. Dunia ini begitu rumit dan menyimpan banyak misteri. Kita harus bisa memilih salah satu dari dua hal yang sama-sama benar. 

Seperti yang saya katakan pada tulisan yang lalu: kita harus bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Kita tidak boleh menyia-nyiakan apa yang sudah kita raih, termasuk hubungan pertemanan. Kamu boleh saja memilih satu atau dua teman untuk dijadikan teman baik/teman dekat. Tapi bukan berarti kamu harus melupakan dan menyia-nyiakan teman yang lain karena ulahmu sendiri.

Saya kira sangat tidak nyaman jika kita memiliki musuh, walau hanya satu. Belajarlah untuk menghargai orang lain. Jangan sampai kita menyakiti perasaan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun