Mohon tunggu...
Hmi Al Tsawrah
Hmi Al Tsawrah Mohon Tunggu... Jurnalis - Official Akun HMI Al-Tsawrah

Komisariat Al-Tsawrah KORKOM UNISMA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teruntukmu Cintaku: Aba

3 Desember 2019   15:06 Diperbarui: 3 Desember 2019   15:15 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Teruntukmu cintaku: Aba

Ada banyak sekali sapaan di dunia ini, ayah, bapak, papa, aba dan yang lainnya yang pada dasarnya memiliki makna yang serupa. Dan aku masih statis dengan panggilan waktu kecilku yaitu Aba. Sosok yang selalu mensyukuri segala karunia-Nya dan selalu bersabar atas segala ujian-Nya, walau kadang merasa kesulitan tuk mengatasinya.

Di hari ulang tahunku ini, aku tak ingin merengek sebuah kado darimu, tapi aku ingin memberimu sebuah al-Quran yang persis seperti yang engkau kasih padaku kala masih duduk di bangku MTS; tetapi aku yakin dan percaya engkau akan menolaknya dengan lantang" simpan saja uangmu untuk membeli kebutuhan kuliahmu nak" kucuriga itu penolakan lembut khasmu.

Aba, saat kita terpisah oleh jarak yang terbentang luas seperti ini, aku memutuskan untuk menulis sepucuk surat untuk mencurahkan isi hatiku padamu, walau kutahu secarik kertas tak akan mampu menggambarkan segala kasih sayangmu dan tak ada bahasa yang mampu melukiskan berjuta pengorbananmu selama ini.

Engkau yang selalu bangun tiap malam ketika aku sedang tertidur pulas, hanya untuk mendoakan kesuksesan kami (aku dan abang-abang). Engkau adalah sosok yang acap kali terluka saat mencari nafkah untuk menyekolahkan kami atau hanya sekedar memberi kami makan. 

Aku ingat betul,sebulan yang lalu engkau bahkan bungkam dan tak mau menceritakan kesakitanmu ketika salah satu perkakas kerjamu menyenggol sebagian tubuhmu entah dada atau perut, aku tak ingat persis dan membuatmu terluka. Tapi seiring  berjalannya waktu, akhirnya aku tahu dari kabar angin yang bercerita di saat kududuk sendiri menikmati gemintang yang berawakan di langit.

Aku ingat, saat kecil dulu betapa aku sangat marah ketika engkau tak memberikan uang jajan sebesar yang aku mau, padahal tak tahu kapan aku bisa melakukan segala yang engkau mau. Aku kerap kali mendengungkan kata cinta padamu tapi membuatkan secangkir teh dan menghidangkannya ketika engkau pulang dari meubelermu saja, jarang kulakukan. Sepertinya, aku terlalu sibuk membahagiakan diriku sendiri sampai lupa membahagiakan orang-orang yang aku sayangi. Lantas pertanyaannya " kapan aku mampu membuktikan rasa cintaku padamu? Saat kau semakin renta? Dan bagaimana jika nanti aku terlambat?"

Tanpa kusadari, kata "ah"  dulu sering kulontarkan ketika aku benar-benar marah padamu tanpa alasan yang begitu jelas, tapi engkau selalu senyum tanda memafhumi. Dan sekarang keriput di wajahmu terlihat jelas, rambutmu semakin tipis dimakan waktu. Dan aku masih saja sibuk dengan keakuanku dan engkau masih merindukan kepulanganku. Betapa susahnya aku mendelipkan senyum sembari mengucap terimakasih atas segala jasamu padaku.

Aba, engkau adalah sosok yang selalu menasehatiku untuk tetap ingat pada sang pencipta dan harus selalu melantunkan ayat-ayat suci-Nya seberes sholat walau sesibuk apapun diriku saat ini. Sosok yang selalu mengajarkan arti sabar dan ikhlas pada anak-anaknya. Orang yang tak kenal lelah untuk mencari nafkah dalam menyekolahkanku dan abang-abang supaya nanti hidup kami lebih baik dari sekarang ini. Itulah alasan kecil dari segala perjuanganmu.

Apa artinya merantau jauh ke tanah jawa jika engkau tak menjadi tempatku pulang?  Apa artinya kegelapan jika engkau tak lagi menjadi lenteranya? Dan apa gunanya diriku jika membuatmu tersenyum bahagia saja aku tak mampu? Aba, maaf atas segala kedunguan dan kekhilafanku sepanjang hidup ini. Untuk menebus dosaku izinkanlah aku berusaha sekuat tenagaku meski ini semua tak akan sepadan dengan kerja kerasmu selama ini, aku hanya ingin membuatmu bahagia setiap harinya di sisa umurmu sampai pada akhirnya kita dipisahkan oleh yang berhak.

Hujan dan kenangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun