Mohon tunggu...
Christo
Christo Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya berusaha hidup sebaik-baiknya.

Peace seeker

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masa Depan yang Gelap

14 Maret 2017   09:33 Diperbarui: 14 Maret 2017   09:37 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masa depan itu gelap! Siapa yang bisa bilang, "Ah, saya kan baru umur 20 tahun, ke depannya masih panjang.." Siapa yang berani bilang, " [..titik-titik..]-lah supaya nanti masa depanmu cerah" Tidak satupun orang bisa bilang besok kita masih hidup, bagaimana mungkin kita berani bilang apapun tentang masa depan. Masa depan itu sudah pasti gelap, karena tidak satupun dari kita yang mampu 'nyalain lampu' untuk bisa melihat ke dalamnya.

Beberapa waktu lalu saya berada dalam diskusi mengenai hidup dan masa depan. Inti diskusinya sampai kepada penuturan di atas. Lalu kalau demikian apa kita gak usah neko-neko lagi? Jalani saja nggak usah ngoyo. Hanya Tuhan yang mengetahui masa depan, jadi kita jalani saja sebaik-baiknya apa yang kita miliki saat ini. Begitu ya?

Tapi kok saya percaya bahwa memang kita harus berserah kepada Tuhan, apalagi perkara masa depan. Cuma yang pasti berserah itu tidak sama dengan menyerah!

Seumur hidup saya jadi agak apatis sama perkataan "Kalo kerja keras, yakinlah pasti masa depan baik". Menurut saya kerja keras dengan keberhasilan itu tidak semustinya disangkut pautkan. Kerja keras itu ya sudah jadi kodrat kita sebagai manusia. Mau apapun mau nggak mau musti kerja. Kalaupun nggak mau kerja, mau pakai pembantu, toh musti kerja dulu supaya punya uang untuk bisa bayar gaji pembantu kan? Perkara siapa yang kerja, duitnya hasil halal atau nyolong, itu sih dibahas lain waktu saja.

Nah, masalah berhasil atau tidak. Untung, rugi. Itu kan sama kayak ngomongin masa depan. Gimana dong kalo udah kerja super keras tapi kok gak seberhasil tetangga sebelah? (Curhat ini hehe..) Ya mungkin itu sama seperti orang yang jaga kesehatan amat sangat, berlaku sopan, suka menolong, soleh, beriman dan  baik budinya, tapi sekonyong-konyong kena peluru nyasar waktu lagi baca koran sambil ngeteh di ruang tamunya sendiri. 

Jadi mana yang akan anda pilih? Mengetahui kapan Tuhan memanggil anda, atau tidak mengetahui kapan Tuhan memanggil anda? Dari beberapa orang yang saya temui, kebanyakan orang akan memilih untuk tidak mengetahui kapan Tuhan memanggil. tapi mungkin kita perlu mengubah pemikirannya. Kalaupun kita diberi tahu kapan Tuhan akan memanggil kita, semustinya pertanyaannya adalah mau ngapain kita hidup sampai saat kita dipanggil Tuhan itu? Kalau sudah begitu kayaknya gak begitu penting lagi untuk tau kapan, yang penting adalah apa yang mau kita lakukan.

Kalo orang Yogya sering bilang, "Gusti Allah mboten sare", nah kalo Gusti Allah aja nggak tidur sampe saatnya Dia memanggil kita, masa kita malah yang tidur?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun