Mohon tunggu...
Hiqma Nur Agustina
Hiqma Nur Agustina Mohon Tunggu... Dosen - Penulis, dosen, peneliti, penikmat sastra, dan traveler

Penulis adalah staf pengajar di English Department, Politeknik Negeri Malang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seberapa Toxic Hubungan Anda dengan Pasangan?

20 November 2020   16:11 Diperbarui: 20 November 2020   16:19 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Say it with flowers!/dokpri

Saat ini kita hidup di era yang memiliki kecepatan sangat cepat yang mengharuskan kita mampu beradaptasi dengan lingkungan baik di tempat kita kerja maupun tinggal. Mungkin dulu kita tidak pernah berpikir tentang jenis relasi yang kita miliki dengan pasangan. Semua berjalan lebih natural tanpa bumbu media social yang kerap menjadi ajang pamer segala hal yang kita lakukan.

Sebagian orang berpikir memperlihatkan seberapa ideal hubungan yang dimiliki dengan pasangan melalui berbagai kegiatan yang di posting di media social adalah hal yang wajar. Namun tidak sedikit ada orang yang beranggapan terlalu show up atau pamer segala aktivitas yang dilakukan bukanlah hal yang bijak. 

Karena kita hidup di negara demokrasi yang mengedepankan kebebasan untuk berpendapat dan beraktivitas dengan tetap mengedepankan rambu-rambu maka pilihan yang diambil oleh seorang pasangan itu menjadi hak yang sifatnya personal. Ini hanya tentang sebuah pilihan. Pilihan untuk menjadi bijak itu hal utama yang harus dipertimbangkan.

Toxic Relationship

Kalau kita mendengar kata Toxic mungkin yang terbersit dalam benak Anda adalah hal-hal yang negatif. Karena kata Toxic ini berkonotasi dengan kata sifat yang negatif. Namun, dalam tulisan ini yang akan dibicarakan adalah Toxic Relationship yang memiliki makna positif. Mengapa positif? Karena Toxic Relationship ini lebih merujuk pada sebuah relasi antara pasangan yang dibangun berdasarkan komitmen untuk terus saling mendukung untuk hal-hal positif yang dilakukan.

Paling mudah untuk memberikan contoh adalah pilihan untuk terus bekerja bagi seorang istri. Ini bukan hanya tentang materi semata, tetapi lebih pada kepuasan batin yang ingin terus dimiliki. Dalam ilmu Psikologi, bila seorang istri bahagia karena bisa terus beraktualisasi diri maka efeknya adalah rasa Bahagia. Rasa bahagia ini yang akan menjadi nyala lilin di sebuah rumah. Efeknya tentu saja dapat dirasakan oleh semua anggota keluarga, suami dan anak-anak.

Dua Sisi Toxic Relationship

Toxic relationship bagi sebuah pasangan memiliki dua sisi. Terutama bagi seorang perempuan yang memilih untuk tetap berkarir ketika sudah menikah. 

Sisi positif ini berupa support yang besar dari suami sebagai pasangan. Faktor terbesar dari munculnya support ini tentu saja dilatarbelakangi oleh rasa cinta dan paham benar akan passion yang dimiliki oleh pasangan. Bila Anda menemukan tipe partner yang seperti ini, Anda masuk kategori istri yang beruntung. Ini berarti Anda mengantongi izin untuk melanjutkan passion yang Anda cintai.

Dukungan penuh dari suami ini yang akan menjadi pendorong utama bagi seorang istri untuk memiliki produktivitas yang tinggi. Coba bayangkan bila Anda sebagai seorang istri yang memiliki jabatan di kantor dan suami tidak mendukung profesi Anda. Jawaban yang paling sering muncul adalah rasa depresi dan stress karena suami tidak mau berbagi peran dengan Anda di rumah. Kerjasama antara suami dan istri memperlihatkan keberhasilan sebuah relasi yang dibangun di atas pondasi yang kuat.

Demikian pula bagi seorang suami, keberhasilan sebuah karir yang dia bangun berdasarkan support dan cinta dari seorang istri maka memiliki kekuatan yang luar biasa. Ibarat sebuah rumah, bangunan rumah yang dibangun dengan pondasi yang kuat maka akan bisa terus berdiri kokoh hingga beberapa puluh tahun kemudian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun