Mohon tunggu...
Zukhrufi Ardian
Zukhrufi Ardian Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Just call me fifi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kerugian Menjalin Hubungan Mitra Dagang Indonesia - Uni Eropa

21 Januari 2020   00:20 Diperbarui: 21 Januari 2020   00:24 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Hubungan ekonomi Indonesia dan Uni Eropa (EU) tidak cukup berkembang walaupun sudah terhubung melalui kerangka kerjasama Association of the Southeast Asian Nations (ASEAN) dengan mitra dialogue sejak tahun 1980 dan Asia-Europe Meeting (ASEM) sejak tahun 1996. 

Kedua negara kurang memanfaatkan peluang-peluang kerjasama ekonomi. Upaya peningkatan hubungan kedua pihak muncul dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan menguatnya perekonomian negara-negara Asia Timur; Laporan Bank Dunia tahun 2008 menunjukkan bahwa sepuluh tahun setelah krisis ekonomi Asia negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur Laut berkembang lebih kuat ketimbang kondisi sebelum krisis. 

Momentum inilah yang ingin dimanfaatkan Indonesia dan EU untuk meningkatkan hubungan ekonomi dengan menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Partnersip and Cooperation (PCA) pada bulan November 2009. 

Selanjutnya kajian bersama than 2010-2011 menghasilkan Report of the EU-Indonesia Vision Group on Trade and Investment Relations yang dilaporkan tanggal 28 Juni 2011 merekomendasikan EU dan Indonesia untuk segera memulai negosiasi menuju Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

Hubungan ekonomi Indonesia-EU dewasa ini sudah meningkat dibanding dekade sebelumnya namun hubungan tersebut kurang berkembang sebanding dengan potensi yang dimiliki kedua pihak. Indonesia bukan mitra dagang utama EU di Asia Tenggara. 

Walaupun, neraca perdagangan Indonesia terhadap Uni Eropa menunjukkan nilai yang positif, potensi pasar EU yang masih kurang dieksploitasi oleh Indonesia. Nilai impor Indonesia dari Uni Eropa mengalami peningkatan secara konsisten hingga 2008 sebelum EU mengalami krisis keuangan. 

Di bidang investasi, hubungan Indonesia dan EU tidak sekuat hubungan perdagangan. Apabila dibandingkan dengan nilai FDI Uni Eropa ke wilayah ASEAN, yang mencakup lebih dari 23% dari total nilai FDI, nilai FDI Uni Eropa ke Indonesia ini sangatlah kecil yaitu hanya 1,6%. Apabila dilihat posisi net FDI, Indonesia memiliki surplus terhadap EU walaupun nilai surplus ini menurun tahun 2009 dan 2010 akibat krisis financial EU.

Walaupun EU mengalami krisis, negara-negara besar EU adalah sumber pendanaan luar negeri yang penting bagi Indonesia. Negara-negara tersebut merupakan sumber pinjaman luar negeri Indonesia nomor dua terbesar setelah Jepang. 

Bantuan luar negeri (ODA) EU ke Indonesia juga cukup besar bahkan Indonesia menjadi penerima ODA terbesar kedua EU di Asia setelah Afganistan yang dilanda perang. Sektor utama penerima ODA EU di Indonesia perioden 2007 sampai 2013 adalah pengentasan kemiskinan, stimulus pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan dan investasi, dan peningkatan good governance melalui penegakkan hukum. 

Peningkatan hubungan ekonomi Indonesia dan EU juga terkendala krisis keuangan di EU sejak tahun 2008 namun terdapat keinginan kedua belah pihak untuk meningkatkan hubungan dagang dan investasi. 

Sektor-sektor yang menjadi sasaran ODA EU di Indonesia memperlihatkan minat EU untuk meningkatkan hubungan ekonomi terutama perdagangan dan investasi dengan Indonesia termasuk dengan membantu Indonesia menguatkan sistem hukum guna menunjang hubungan ekonomi tersebut. 

Indonesia memiliki beberapa kekuatan yang menarik EU untuk menjalin hubungan ekonomi yang lebih maju. Kekuatan Indonesia antara lain meliputi: (i) stabilitas makro ekonomi, yang dibuktikan dengan angka pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat stabil dan rasio hutang pemerintah yang rendah -bahkan pengelolaan fiskal Indonesia dianggap terbaik se Asia- Pasifik; (ii) potensi pasar yang besar, yang menurut World Economic Forum menempati ukuran terbesar ke-15 dunia. Besarnya pasar Indonesia ini juga diikuti daya beli yang makin besar dari kelas menengah yang makin berkembang. 

Namun demikian, Indonesia juga memiliki beberapa kelemahan yang menghambat hubungan ekonomi dengan negara lain, termasuk EU. Pertama, infrastruktur yang buruk dan tidak menunjang kegiatan ekonomi merupakan kekurangan Indonesia yang paling sering dikeluhkan oleh mitra kerjasama ekonomi termasuk EU. Infrastruktur yang dikeluhkan mencakup sarana jalan, fasilitas pelabuhan dan transportasi udara, suplai energy dan jaringan telekomunikasi. Kedua, institusi di Indonesia yang tidak efisien, tidak transparan dan masih kuatnya budaya dan praktek korupsi menjadi hambatan yang menakutkan bagi mitra kerjasama ekonomi. Ketiga, penerapan peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang masih lemah di Indonesia. Meskipun Indonesia sudah mempunyai berbagai peraturan hukum HKI namun dalam implementasinya masih sering terjadi pelanggaran HKI dan penegakan hukumnya kurang efektif. Keempat, kualitas barang hasil produksi yang sering di bawah standar keamanan, keselamatan dan kesehatan, atau kalaupun berhasil mencapai standar maka sering tidak konsisten. Kelima, banyaknya hambatan birokrasi terutama masalah perizinan yang memakan waktu sehingga cukup sulit dan rumit untuk melakukan aktifitas bisnis di Indonesia. Keenam, aspek teknologi yang masih merupakan salah satu titik terlemah dalam perekonomian Indonesia.

Meskipun secara umum lebih maju, EU juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama, ketidak seimbangan fiskal yang berkepanjangan sehingga mengancam kebangkrutan beberapa negara. Mengingat interdependensi antar anggota EU cukup tinggi terutama 17 negara yang masuk zona Euro, resiko contagion meningkat. Selain itu dalam rangka penanggulangan krisis terdapat resiko kenaikan pajak untuk memperkuat keuangan negara dan meningkatnya suku bunga pinjaman. Kedua, keberagaman negara-negara anggota EU sehingga daya saing, kemajuan sosial dan ekonomi yang tidak merata terjadi antar negara anggota. Ketiga, sistem keuangan EU ternyata rentan akibat penggunaaan Euro yang tidak ditunjang oleh kondisi perekonomian yang setara. Krisis di euro zone memperlihatkan bahwa penyatuan moneter tanpa penyatuan fiskal sangat beresiko dan rentan. Keempat, keberagaman budaya dan bahasa antarnegara anggota EU yang menghambat mobilitas sumber daya.

Selain itu, Masing-masing pihak ternyata memiliki kondisi yang menjadi hambatan pihak lain. Beberapa kebijakan EU juga menghambat bagi Indonesia yaitu perluasan anggota EU yang menyebabkan EU menjadi inward-looking karena mendahulukan negara-negara anggota ketimbang pihak luar, standar mutu import yang tinggi, dan potensi pembatasan impor. Kondisi di Indonesia yang menjadi hambatan bagi EU adalah: pertama, kebijakan Pemerintah Indonesia yang berupaya melakukan penguatan daya saing industry dalam negeri. Kedua, gangguan keamanan terutama terkait aksi unjuk rasa yang menandakan berjalannya proses demokrasi tetapi ternyata berujung anarkis membawa dampak negatif bagi kegiatan perekonomian. Ketiga, pasokan energy yang kurang, dan keempat, kurangnya laboratorium nasional yang berstandar internasional. 

Salah satu yang menjadi kendala dalam perdagangan baik antara Indonesia dengan EU maupun dengan mitra dagang lainnya adalah buruknya infrastruktur di Indonesia. Infrastruktur yang kurang memadai akan meningkatkan biaya logistik dan mengurangi effisiensi secara keseluruhan. Di samping itu, lemahnya infrastruktur di Indonesia juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan investor asing enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk mengatasi hambatan ini, rekomendasi untuk arah kebijakan Kementerian Keuangan adalah untuk meningkatkan belanja negara untuk meningkatkan kualitas infrastruktur di Indonesia. Selain itu, tingginya minat investor UE pada pengadaaan infrastruktur di Inonesia dapat dilihat sebagai peluang bagi Indonesia untuk mendanai kebutuhan infrastrukuturnya. Bersama dengan instansi terkait lainnya, perlu dirumuskan kebijakan-kebijakan dan kerangka hukum yang memberikan kepastian bagi investor UE yang ingin melakukan investasi pada pengadaan infrastruktur di Indonesia.

Untuk meningkatkan hubungan perdagangan antara Indonesia-Uni Eropa, maka perlu dipertimbangkan untuk memberikan keringan pajak ini bagi investor yang berinvestasi pada industri perikanan, pertanian, barang elektronik, furnitur dan kosmetik. Dengan keringanan pajak pendapatan investasi ini, diharapkan akan meningkatkan investasi pada sektor-sektor tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Akan tetapi kami menyarankan agar pemberian kebijakan keringanan pembayaran pajak ini secara cermat dan ketat, misalnya dilihat dari perhitungan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut, jumlah penyerapan tenaga kerja, omset yang mereka peroleh dan penilaian strategis lainnya.           

            Pemberian tax holiday bagi industri yang baru muncul atau pelaku usaha yang menjadi pionir pada industrinya. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan stimulus bagi pelaku usaha untuk melakukan inovasi kegiatan usaha pada sektor-sektor yang dianggap akan dapat memberikan eksternalitas positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Industri yang direkomendaasikan mendapatkan tax holiday ini adalah industri yang melakukan inovasi yang mempertimbangkan 'elemen hijau' (green economics). Hal ini didasarkan pada besarnya perhatian Uni Eropa pada isu green economic sehingga inovasi dengan mempertimbangkan 'elemen hijau' ini dapat membuka kesempatan peningkatan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

Kebijakan pengelolaan utang publik ini perlu dilakukan untuk meningkatkan investment grade surat-surat berharga Indonesia. Dengan naiknya peringkat surat utang pemerintah Indoneisa diharapkan akan memberikan sinyal positif bagi dunia internasional mengenai potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga akan menarik minat investor asing, termasuk investor Uni Eropa untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Pendampingan/pembinaan bagi eksportir/UMKM yang akan mengekspor produknya ke negara-negara di Eropa perlu dilakukan secara berkelanjutan dan dapat berupa pelatihan- pelatihan yang dilaksanakan secara berkesinambungan melibatkan unsur pemerintah, swasta dan pihak-pihak dari Uni Eropa agar produk-produk Indonesia dapat berkompetisi di pasar Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun