Mohon tunggu...
Matrimony Lesmana
Matrimony Lesmana Mohon Tunggu... Ilmuwan - Tukang Sosiologi Budaya

dengan ikhlas dan senang hati menyerukan bahwa perbedaan sosial budaya sama sekali bukan alasan pemisahan masyarakat;

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meredam Hasrat dan Ego, sebuah Renungan Dhamma

8 Mei 2020   08:30 Diperbarui: 11 Mei 2020   16:13 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Golden Temple Dambulla, dokumentasi pribadi)

Dalam mengejar hasrat dari ego ini orang akan semakin tidak mengerti bahwa ia manusia, mahluk sosial, merupakan bagian dari sesamanya yang lain dalam kehidupan bermasyarakat.

[...] dihimbau untuk melatihnya dengan memerangi hawa nafsu -- meredam hasrat dan ego.

Ia akan rela menderita kehilangan orang-orang di sekelilingnya, yang mungkin pada satu saat ia butuhkan bantuannya. Karena pada saat ini banyak orang yang sudah tidak mampu lagi merasakan adanya hubungan sebab-akibat (paTicca-samuppAda).

Paralel dengan banyak ajaran agama lain yang menyerukan bahwa musuh terbesar manusia adalah diri sendiri. Bahwa untuk menguasai diri orang dihimbau untuk melatihnya dengan memerangi hawa nafsu -- meredam hasrat dan ego.

(Bikkhu kecil di Mandalay, dokumentasi pribadi)
(Bikkhu kecil di Mandalay, dokumentasi pribadi)

Dengan menguasai hasrat sendiri, orang akan lebih mudah membawa dirinya untuk diterima berada di tengah-tengah, dan sekaligus menerima keberadaan, orang-orang lain dengan hasratnya masing-masing. Bila ini terpenuhi, maka satu syarat masyarakat yang sehat dengan kebhinnekaan akan sama-sama tercapai.

Sungguh sangat menarik, bahwa sebenarnya ajaran banyak agama dari seruan menahan diri, baik tersirat maupun tersurat, sudah mengajarkan dasar-dasar toleransi dan hidup berdampingan dengan ragam dan macam perbedaan.

Namun, seperti diulas di atas, semua juga akhirnya bergantung pada manusia itu sendiri. Subjek yang memaknai sebuah pengertian dan menuangkannya ke dalam aksi atau perbuatan sehari-hari. Subjek yang pengertiannya mudah saja termanipulasi karena salah lihat, salah dengar, salah cium, salah coba rasa dan salah sentuh.

Maka dari itu hasrat ini terlihat berganti-ganti wujud dan bentuknya, tidak mengherankan bila hasrat tidak ada batas dan ujungnya bila terus dituruti dan dikejar. Jadi selama itu pula manusia akan menderita kesendirian, kesepian di tengah ramainya masyarakat, karena yang dirasa hanya hasratnya sendiri.

Seperti dalam renungan Buddha atas Dhamma pada hari Kamis itu, mereka yang pikiran dan perbuatanya hanya terikat pada kenikmatan panca indranya akan sulit melihat hikmah dari satu kejadian. Mereka yang hanya terpaku pada ketidak-pedulian demi memenuhi hasrat atau keinginannya sendiri, akan memahami segalanya terbalik (diTThi-rAga).

Mungkin seperti wisatawan asing yang menggerutui datangnya hujan di pagi itu. Mereka tidak mampu melihat hikmah atau sebab-akibat dari turunnya hujan. Hujan yang di satu sisi memang menghentikan pergerakan mereka untuk mengunjungi tujuan wisata. Namun di sisi lain hujan membawa berkah bagi banyak orang, mulai dari para petani teh dan kesuburan lahan rumput yang menjadi pakan ternak sapi perah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun