Mohon tunggu...
Matrimony Lesmana
Matrimony Lesmana Mohon Tunggu... Ilmuwan - Tukang Sosiologi Budaya

dengan ikhlas dan senang hati menyerukan bahwa perbedaan sosial budaya sama sekali bukan alasan pemisahan masyarakat;

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nyinyir, Hantu Kolonial Itu Masih Gentayangan

1 April 2020   08:30 Diperbarui: 3 April 2020   14:10 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: www. kompas.com)

Sebagai contoh (fiktif), anak seorang kuli bangunan berhasil meraih kepercayaan orang banyak untuk mengatur wilayah atau lingkungannya. Niat untuk ‘menurunkan’ citranya dalam pandangan masyarakat luas dapat disebar-luaskan dengan narasi yang mengangkat wilayah ‘kepantasan’.

Cerita anak kuli bangunan yang kini sudah tidak tahu diri ‘berani perintah-perintah’ akan diletakkan di depan latar norma dan tata krama, sehingga persepsi masyarakat akan berbunyi ‘kacang lupa kulit’.

(sumber: www.kompas.com)
(sumber: www.kompas.com)

Akan lebih ramai dan efektif bila nyinyir dijalankan pada golongan masyarakat dengan jumlah anggota masyarakatnya tinggi. Jelasnya, di mana rasa senasib sepenanggungan, atau solidaritas lebih kental.

Di dalam masyarakat ini satu orang saja mendapat kemakmuran lebih, ia bisa dengan mudah dihadapkan dengan nyinyiran bernuansa pelanggaran tepa salira. Tuntutan yang berlebihan, terutama bisa kemakmuran itu hasil jerih payah sendiri.

Sekali lagi, nyinyir sama sekali tidak sama dengan kritik.

Nyinyiran akan selalu sering terdengar seperti mekanisme menjaga keutuhan kelompok, tapi tujuan utamanya cenderung menyulut perseteruan horizontal - antar sesama warga. Sejak masa kolonial aksi ini digunakan agar orang sebangsa saling menyerang, supaya tidak punya waktu untuk memikirkan ide memajukan diri sendiri dan bangsanya. Dan kelihatannya hingga kini masih terus menghantui.

Dari masyarakat semacam ini seluruh orang satu negeri akan dirugikan. Seperti selama tiga ratus lima puluh tahun, orang lebih sibuk berebut menjadi arang, dan sisanya suka rela menjadi abu.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun