Manusia punya naluri untuk mencari stabilitas dalam menghadapi dinamika sosial.
Itulah salah satu sifat dasar manusia, selain sifat sosialnya yakni hidup berkelompok. Sifat ini berawal dari usaha untuk melepas kesulitan dari terbatasnya sumber daya alam. Agar dapat dinikmati oleh semua anggota kelompoknya, maka pembagiannya harus diatur.
Untuk itu manusia memerlukan otorisasi atau hak untuk mengatur. Maka dengan pembagian hak ini, mulailah kelompok manusia diorganisir secara vertikal, dengan tatanan 'orang atas' dan 'orang bawah'.
Tatanan ini dikenal dengan istilah hirarki.
Bentuk demografinya segitiga mengecil ke atas. Artinya semakin ke atas pemegang hak tertinggi untuk mengatur akan berjumlah lebih kecil daripada 'orang bawah', dengan hak lebih rendah.
Alaminya hak ini diberikan berdasarkan kecakapan atau kemampuan yang dikomunikasikan. Komunikasi ini bisa verbal dan non verbal, bahkan sadar dan tidak sadar. Hasilnya adalah pengakuan dari orang banyak.
Seperti disinggung di atas, karena memang sudah nalurinya, manusia belajar pembagian hak ini sejak usia dini. Perhatikan bagaimana anak-anak bermain, terutama dalam permainan anak-anak tradisional. Di sana diatur dengan jelas, siapa yang berhak jalan lebih dahulu dari yang lain, dan siapa yang nantinya keluar sebagai pemenang.
Bullying di sekolah, suka ataupun tidak, serupa dengan proses belajar untuk meraih otoritas. Hanya saja aksi ini tidak dilakukan atas dasar kecakapan, melainkan dengan pemaksaan kehendak oleh pihak pertama, agar pihak lain merendahkan diri di hadapannya.
Disebut sebagai proses belajar, karena aksi ini bisa dianggap 'coba-coba'; walaupun status 'disegani' berhasil diraih, bullying di sekolah hampir tidak memberikan keuntungan materi. Celakanya, korbannya kemungkinan akan menderita sepanjang hidupnya, terutama bila tidak ditangani sedini mungkin.
Namun aksi ini tetap bertujuan mencari stabilitas di dalam dinamika hubungan antar siswa. Maka untuk mempersempit kemungkinannya terjadi, maka stabilitas inilah yang perlu diganggu - dengan cara dibuat tidak stabil. Berikut penjelasannya.
Bila kita kembali ke awal tulisan ini, dijelaskan, bahwa pemegang hak tertinggi jumlahnya lebih sedikit. Dalam kasus bullying antar siswa mereka adalah 'otoritas pertama', pihak yang mengkomunikasikan hasratnya meraih status.