Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

The Social and Economic Effects of Citayam Fashion Week

29 Agustus 2022   17:25 Diperbarui: 29 Agustus 2022   17:28 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Latar Belakang

Pada akhir bulan Mei 2022, kawasan stasiun MRT Dukuh Atas mulai diramaikan oleh remaja dari daerah satelit Jakarta. Pada awalnya, mereka mendatangi stasiun MRT Dukuh Atas untuk sekadar "nongkrong" karena daerahnya yang instagramable. Kebutuhan untuk membuat konten media sosial pun membuat kawasan tersebut menjadi populer. Ketenaran Citayam Fashion Week (CFW) dimulai dengan konten-konten di media sosial yang mewawancarai para remaja pendatang dari daerah satelit Jakarta. Para pembuat konten menyoroti gaya berpakaian mereka yang nyentrik dan kepolosan berbicara para remaja tersebut. Setalah itu, berbagai konten lain mulai bermunculan yang ikut meramaikan dearah stasiun MRT Dukuh Atas. Popularitas fenomena ini memuncak ketika para remaja pendatang mulai berjalan di zebra cross layaknya fashion week.

Melawan Eksklusvitas Fashion Week

Pada umumnya fashion week merupakan ajang yang dibuat dan dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Ketika diselenggarakannya ajang fashion week tingkat internasional seperti New York Fashion Week atau Paris Fashion Week, para artis papan atas, pengusaha branded fashion, dan tokoh konglomerat lainnya muncul dengan penampilan mode eksklusif yang kompetitif. 

Ajang ini menunjukan gaya hidup glamor yang tampaknya di luar jangkauan masyarakat umum. Eksklusivitas menciptakan seluruh lingkungan di sekitarnya yang menarik banyak orang (Valentine, 2021). Inklusivitas dalam industri ini sulit dijangkau karena hanya segelintir orang yang dapat menaklukkan catwalk pada fashion week. Proyek seperti Emma Rogue terus mengembangkan komunitas artis dan golongan menengah keatas dengan mengundang mereka ke pertunjukan fashion week. Hal ini menyebabkan proyek fashion week berkutat pada kalangan tertentu saja. 

Fashion week adalah kesempatan bagi desainer mapan untuk memamerkan gaya dan pakaian terbaru. Di sisi lain, ajang ini menjadi kesempatan bagi yang sedang naik daun untuk membangun personal branding. Sebelumnya, ajang ini dihadiri tokoh fashion papan atas tapi sekarang mulai bermunculan influencer yang duduk di barisan depan pada fashion week dan mendapatkan wawancara (Berk, 2021).

Tren pada kebiasaan sebagian orang di kota besar dunia seperti New York dan Paris meningkatkan ketenaran dari fashion week yang hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu dan paling berjejaring di perkotaan. Fashion week merpukan tempat suci bagi para elit yang mempertunjukan mode pakaian dengan gaya hidup borjuis. 

Terjadi fenomena dimana orang yang sangat kaya lebih suka berada di sekitar golongannya pada berbagai segi kehidupan tak terkecuali dalam peragaan fashion (Schwartz, 2021). Terbentuk tembok penghalang antara kaum berada dan kaum yang kurang beruntung. Schwartz mengeksplorasi sejumlah area di mana ketidaksetaraan yang berkembang menentukan fungsi ekonomi sehari-hari, dari rumah sakit, taman hiburan, pendidikan, hingga fashion week. 

Eksklusivitas fashion week ini dipatahkan oleh kehadiran CFW. Sosok yang belum pernah diketahui sebelumnya mendapatkan panggung untuk mengekspresikan diri dan mendapatkan exposure yang luas di bidang fashion. Para model yang meramaikan CFW adalah remaja dari Depok, Citayam, dan Bojonggede, daerah penyangga Jakarta. Dari konten di media sosial lahirlah influencer fashion baru seperti Kurma, Bonge, Jeje Slebew, Roy, dan Alpin yang semuanya berasal dari daerah sekitar Jakarta.

Street fashion ini merupakan salah satu cara para remaja untuk menunjukkan identitasnya. Dengan adanya street fashion, remaja ini mampu menarik perhatian sehingga keberadaan mereka pun diakui. Selain itu, CFW sebagai subversif perkotaan mengindikasikan adanya inisiatif, kreativitas, dan langkah nyata dari masyarakat yang tidak mendapatkan akses pada kebutuhan tertentu (Kartono, 2022). Beberapa masyarakat juga memiliki keinginan untuk mengikuti ajang mode seperti fashion show. 

Namun, tak sembarang orang bisa mengikutinya. Oleh karena itu, muncul kreativitas dari yang memiliki kebutuhan, tapi tidak memiliki akses menuju fashion week. Kreativitas ini yang kemudian berkembang di jalan. Urban subversif itu berkembang di jalan, kemudian berkembang menjadi tampilan seperti CFW. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun