Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Russia vs Ukraine: How Does It Affect The International Economy?

27 Maret 2022   17:00 Diperbarui: 27 Maret 2022   17:03 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sengketa gas Rusia-Ukraina sebelumnya, terutama gangguan pasokan tahun 2009, menjadi titik balik dalam kebijakan energi UE (DECC UK, 2011). Beberapa anggota UE terkena dampak dari serangan pada tahun 2009, yang membuka jalan bagi paket energi ketiga UE. Tujuannya adalah untuk memperdalam integrasi UE di sektor energi, meningkatkan perdagangan intra-UE dan mendiversifikasi akses ke pemasok dan sumber energi. Jika diimplementasikan sepenuhnya, hal tersebut mengurangi pengaruh Rusia di pasar gas Eropa. Namun, implementasinya masih sangat lambat karena ada kepentingan bisnis Eropa di sektor energi yang diuntungkan dari situasi tersebut. 

Secara paralel, Rusia telah mencoba untuk meningkatkan keamanan permintaan sebagai upaya meningkatkan kebebasan bertindak atas permintaan energi Eropa. Hal ini dilakukan dengan melakukan kesepakatan gas dengan Republik Rakyat Tiongkok. Kesepakatan tersebut direncanakan untuk menyelesaikan ketidakpercayaan dan benturan kepentingan saat ini antara Rusia dan Eropa dalam hal keamanan energi. Namun, reorientasi Rusia berjalan lambat dan tanpa manfaat yang jelas. Kontrak pasokan gas selama 30 tahun dengan Tiongkok yang diperoleh Rusia pada Mei 2014 mencapai kesepakatan pertama setelah sepuluh tahun negosiasi (Weitz, 2014). Dampak langsung dari kesepakatan itu sebenarnya relatif kecil. Rusia mengirim gas ke Tiongkok melalui pipa Siberia, yang mulai memompa pasokan pada 2019, dan dengan mengirimkan LNG. Rusia telah mengekspor sekitar 16,5 miliar meter kubik gas ke Tiongkok pada tahun 2021. 

Kesepakatan baru yang bertepatan dengan kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Olimpiade Musim Dingin Beijing, akan menambah 10 miliar meter kubik gas lebih lanjut, meningkatkan penjualan pipa Rusia di bawah kontrak jangka panjang ke China. Berdasarkan rencana yang disusun sebelumnya, Rusia bertujuan untuk memasok Tiongkok dengan 38 miliar meter kubik gas melalui pipa pada tahun 2025 (Soldatkin dkk, 2022). Namun, jumlah ekspor ke Tiongkok baru sebesar 20-30% dari total ekspor gas ke Eropa. Kemungkinan besar Tiongkok menerima konsesi harga karena harga telah menjadi kendala utama dalam negosiasi. Dengan demikian, Rusia lebih bergantung pada Tiongkok daripada sebaliknya.

Jika krisis saat ini mengakibatkan pengurangan drastis atau penghentian ekspor gas oleh Rusia ke Eropa melalui Ukraina, dampak jangka pendek pada sebagian besar anggota Uni Eropa akan lebih kecil daripada tahun 2014. Hal ini dikarenakan perluasan jaringan pipa gas interkoneksi yang memungkinkan reversi aliran gas antara negara-negara Eropa. Sebagian kerugian aliran gas yang melewati Ukraina dapat digantikan pipa Aliran Utara yang mengangkut gas Rusia ke Jerman melalui Laut Baltik (Atlantic Council, 2022). Pipa Aliran Utara belum mencapai kapasitas yang dirancang untuk itu. Kapasitas penyimpanan gas alam mengalami peningkatan sejak 2014, tetapi kondisi pasar saat ini menghilangkan motif keuangan untuk menyimpan gas dan mengembangkan kapasitas penyimpanan lebih lanjut. Akibatnya, Eropa akan rentan hanya dalam waktu beberapa bulan (European Parliament, 2021). Gas Rusia yang tersisa, gas dalam persediaan dan gas alam cair (LNG) tidak akan cukup untuk menggantikan impor, bahkan jika digabungkan dengan sumber energi lain seperti batu bara (European Commission, 2022)

Alternatif Kebijakan

Kekurangan gas yang berkelanjutan akan menjadi tantangan bagi solidaritas Eropa sehingga diperlukan kebijakan dan langkah strategis untuk menyelesaikannya. Uni Eropa perlu meningkatkan pasokan energi dari negara Non-Rusia melalui gas pipa dari Norwegia, Aljazair, cekungan Kaspia atau sumber lainnya. Alternatif ini mencapai titik terang ketika Amerika Serikat dan Uni Eropa mengumumkan kesepakatan pada gas alam cair dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan Eropa pada energi Rusia. Amerika Serikat akan mengirimkan gas tambahan kepada Uni Eropa sekitar 10% dari yang disediakan oleh Rusia (White House, 2022). Namun, kesepakatan ini belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan impor energi Eropa. Akan tetapi, kapasitas untuk perdagangan LNG melintasi Atlantik terbatas, karena meningkatnya permintaan Asia, kurangnya kapal untuk transportasi LNG dan infrastruktur yang sesuai.

Anggota UE memiliki perspektif yang berbeda tentang keamanan energi dan tidak akan menderita pada tingkat yang sama dalam krisis ini. Keberhasilan pengelolaan tantangan keamanan energi Eropa dapat menjadi masalah yang serupa dengan krisis zona Eropa. Pertumbuhan permintaan energi global dan Eropa yang terus menerus membuat ketahanan energi sulit dicapai. Oleh karena itu, UE perlu mempercepat realisasi diversifikasi energi yang sudah menjadi wacana sejak 2009.

UE dapat melakukan strategi lain dengan mengalihkan penggunaan energi terbarukan sampai 100%, sesuai dengan tujuan European Green Deal (COM(2019) 640 final). UE merupakan pelopor dan penggerak dalam mengimplementasikan energi terbarukan yang tercermin dalam kebijakan dan perkembangan teknologi energi. Sumber energi terbarukan mencapai 37% dari konsumsi listrik bruto di Uni Eropa tahun 2020 meningkat sebesar 3% dari tahun sebelumnya (Eurostat, 2022). Namun, kapasitas energi terbarukan belum memenuhi seluruh kebutuhan energi Uni Eropa dalam waktu dekat. Uni Eropa diproyeksikan mencapai 100% pasokan energi terbarukan pada tahun 2040 (DIW Berlin, 2020). Dengan demikiam, energi terbarukan merupakan solusi jangka panjang dari dependensi energi UE kepada Rusia.

Kesimpulan

Konflik Rusia dan Ukraina telah berlangsung selama puluhan tahun dan kembali meledak pada tahun 2022. Sejak Rusia meluncurkan serangan pertamanya di Ukraina, konflik kedua negara tersebut telah memakan banyak biaya, menurunkan perekonomian, dan meningkatkan inflasi global. Selain itu, sebagai pemasok utama komoditas energi di Eropa, akibat sanksi ekonomi terhadap Rusia menyebabkan kenaikan di beberapa harga komoditas terutama komoditas energi seperti minyak dan gas alam. Hal tersebut menjadi tantangan bagi negara-negara di Eropa untuk mengambil kebijakan dan alternatif yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan pasokan energi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun