Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pemulihan Ekonomi Nasional: Analisis Tantangan dan Peluang

3 September 2020   12:34 Diperbarui: 17 November 2020   13:42 1873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Salsabil Rifqi & Yan Cerin (Departemen Keilmuan HIMA EP UNAIR) dan Data Avicenna & Muhammad Aulia (Departemen Kajian dan Penelitian HIMIESPA UGM)

Pandemi Coronavirus disease (Covid-19) telah mengakibatkan shock pada ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan l-2020 yang tumbuh sebesar 2,97 persen year-on-year (y-o-y) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2019 yang sebesar 5,07 persen (BPS, 2020a). Di samping itu, ekonomi nasional pada triwulan II-2020 terkontraksi sebesar 5,32 persen y-o-y (BPS, 2020b). Shock ini diakibatkan oleh beberapa sektor ekonomi yang terdampak, di antara lain sektor manufaktur, perdagangan, transportasi, akomodasi, pertanian, pertambangan, dan konstruksi, sehingga menghentikan sebagian besar aktivitas ekonomi (Kementerian Keuangan, 2020a). Dalam merespons kondisi ini, pemerintah membuat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian (Kementerian Keuangan, 2020c).

Program PEN dirancang sebagai stimulus permintaan dan dunia usaha yang meliputi UMKM, BUMN, dan korporasi. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 pada 9 Mei lalu. Tujuan PEN dimuat dalam Pasal 2 dari kebijakan tersebut yang menyatakan bahwa program ini ditujukan untuk "melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya."

Selain itu, Pasal 4 memuat sumber dana anggaran dalam pelaksanaan PEN, yaitu dari Penyertaan Modal Negara (PMN), penempatan dana, investasi pemerintah, dan penjaminan. Namun, Pasal 5 menjelaskan bahwa pemerintah juga dapat melakukan kebijakan melalui belanja negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada awalnya PEN dianggarkan sebesar Rp 641,17 triliun dan dialokasikan kepada 10 instrumen kebijakan. Dukungan konsumsi yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, dan bantuan sosial lainnya memiliki alokasi yang paling besar di antara semua instrumen kebijakan.

Grafik 1 Rincian Anggaran PEN Sebelum Kenaikan Anggaran | Sumber: Kementerian Keuangan dalam Katadata (2020a)
Grafik 1 Rincian Anggaran PEN Sebelum Kenaikan Anggaran | Sumber: Kementerian Keuangan dalam Katadata (2020a)
Akan tetapi, anggaran PEN mengalami kenaikan sebanyak dua kali, hingga saat ini mencapai Rp 695,2 triliun. Dilansir dari Katadata (2020b), Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjelaskan bahwa anggaran PEN berpotensi untuk meningkat lagi apabila pandemi Covid-19 berlangsung lebih lama. Hal ini dikarenakan masyarakat akan terus terdampak secara ekonomi dan kesehatan selama pandemi berlangsung, sehingga pemerintah wajib menunjang bantuan. Lantas, tantangan apa saja yang dapat timbul selama berlangsungnya PEN? Dan adakah berbagai peluang untuk memperkuat perekonomian nasional di tengah pandemi Covid-19?

Data dan Realisasi Anggaran: Tantangan Pemulihan Ekonomi Nasional 

PEN menjadi salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian nasional dengan memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak secara ekonomi dan kesehatan selama pandemi. Namun, dalam pelaksanaannya, PEN dihadapkan dengan berbagai tantangan. Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa saat ini yang perlu dipikirkan adalah bagaimana skema PEN ini dapat dieksekusi dengan cepat sehingga dapat memberikan manfaat nyata bagi para pelaku usaha terutama industri padat karya. PEN harus dijalankan dengan konsep berbagi beban secara proporsional dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian agar tercipta program PEN yang transparan, akuntabel, dan mencegah risiko antar pemangku kepentingan (Sekretariat Presiden, 2020).

Tantangan tersebut harus dijadikan acuan dalam melaksanakan program PEN. Namun, realisasi program PEN terkendala oleh data dan administrasi sehingga menghambat penyaluran dana yang telah dianggarkan. Permasalahan data dikarenakan adanya tumpang tindih dalam pendataan, mulai dari perbedaan data antara pusat dan daerah hingga institusi, serta tidak adanya pembaruan data secara berkala. Data yang rancu ini menyebabkan tidak meratanya penerima bantuan.

Menteri Sosial, Juliari Batubara, mengakui bahwa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menjadi tumpuan penyaluran bantuan sosial belum diperbarui sejak 2015 (Kompas, 2020). Oleh karena itu, banyak masyarakat yang seharusnya menjadi penerima bantuan tetapi belum dapat merasakan bantuan tersebut hanya karena data yang belum diperbarui. Hal tersebut menimbulkan kebingungan, apakah bantuan sosial telah tersalurkan secara tepat sasaran atau tidak. Masalah tersebut menyebabkan banyak daerah masih belum berani menyalurkan bantuan sosial. Salah satunya adalah yang dirasakan oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak. Dalam wawancara bersama CNBC Indonesia pada 13 Agustus 2020, Emil mengatakan bahwa data Nomor Induk Kependudukan dari data penerima bantuan sosial milik pemerintah pusat ternyata tidak sesuai dengan kenyataan penerima di lapangan.

Sejak ditetapkan melalui PP No. 23 Tahun 2020 pada 9 Mei 2020, hingga 19 Agustus 2020, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mencatat realisasi program pemulihan ekonomi nasional mencapai Rp 174,79 triliun atau masih sekitar 25,1 persen dari Rp 695,2 triliun.

Tabel 1 Realisasi Anggaran PEN (Agustus 2020) | Sumber: Kementerian Keuangan (2020b)
Tabel 1 Realisasi Anggaran PEN (Agustus 2020) | Sumber: Kementerian Keuangan (2020b)
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, seperti dilansir dari Republika (2020) pun menilai jika kedepannya sistem birokrasi tidak melihat kondisi darurat seperti saat ini (baca : berpatokan pada sistem lama), serta dari faktor alokasi, stimulus, maupun serapan anggaran PEN masih belum maksimal, maka tidak menutup kemungkinan bahwa skema pemulihan ekonomi nasional tidak dapat membawa kabar menggembirakan dan bahkan dapat membuat Indonesia bergabung bersama negara-negara lain sembari mengatakan "Halo resesi, kami datang".

Peluang Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Pandemi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun