Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Refleksi 5 Tahun Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla

21 November 2019   17:59 Diperbarui: 21 November 2019   19:13 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Faisal Abda'oe dan Zahra Putri

Kedua, efisiensi investasi juga mengalami tren yang semakin membaik tiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari perbaikan rasio penambahan modal dengan penambahan pengeluaran atau incremental capital output ratio (ICOR) Indonesia. ICOR digunakan sebagai instrumen yang menghitung jumlah tambahan satu unit investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan satu produk nasional. Dengan demikian, tren ICOR Indonesia yang menurun (Gambar 6) menandakan bahwa tingkat produksi nasional semakin efisien.

Terakhir, pemerintah Jokowi-JK juga membangun jalan tol jalur darat dan jalur laut. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), jalan tol yang terbangun hingga Oktober 2019 berada di kisaran 985 kilometer. Dari segi jalur laut, pemerintah juga melakukan pembenahan pada waktu dwelling time sehingga masa penimbunan peti kemas dapat berkurang. Penurunan angka dwelling time di pelabuhan logistik Tanjung Priok menjadi rata-rata 2,4 hari dari yang sebelumnya 3 hari. Penurunan angka ini disertai dengan peningkatan kapasitas dan pelayanan bongkar muat barang (Rosana, 2019). Keseluruhan hal tersebut dilakukan untuk menurunkan biaya logistik yang tinggi sehingga menurunkan biaya investasi dan dapat meningkatkan tingkat produktivitas Indonesia. Lalu, apakah dengan dilakukannya 3 kebijakan tersebut tingkat produktivitas Indonesia benar-benar meningkat?

Gambar 6. Tren ICOR Indonesia, 2014-2018
Gambar 6. Tren ICOR Indonesia, 2014-2018

 Refleksi Produktivitas Indonesia: Indeks Persaingan Global dan Indeks Kemudahan Berbisnis

Untuk mengukur daya saing suatu negara, World Economic Forum (WEF) mengeluarkan indeks persaingan global. Indeks tersebut memasukkan 13 aspek perekonomian yang berperan penting dalam mendorong pertumbuhan dan produktivitas suatu negara. Berdasarkan Gambar 7, indeks persaingan global memiliki hubungan yang positif dengan PDB per kapita. Dengan demikian, suatu negara berdaya saing tinggi (nilai indeks persaingan global tinggi) diasosiasikan dengan tingkat PDB per kapita yang juga tinggi. Maka dari itu, indeks persaingan global dapat digunakan sebagai proxy untuk melihat tingkat produktivitas Indonesia.

Berdasarkan laporan WEF berjudul Global Competitiveness Report 2019, Indonesia berada di peringkat 50, turun 5 peringkat dari tahun sebelumnya. Meskipun terdapat penurunan, performa persaingan Indonesia tidak berbeda jauh dengan tahun sebelumnya. Hal ini didukung oleh ukuran pasar Indonesia yang besar dan kestabilan makro perekonomian Indonesia. Selanjutnya, dalam lingkup ASEAN, Indonesia berada di posisi 4, di belakang Singapura yang berada di peringkat 1, Malaysia di peringkat 27 dan Thailand di peringkat 40. Tertinggal jauhnya Indonesia dibandingkan dengan negara tetangganya disebabkan oleh: kondisi berbisnis yang masih kaku dan pengeluaran di bidang penelitian dan pengembangan Indonesia yang kurang dari 0.1% PDB.

Gambar 7. Indeks Persaingan Global dan Produk Domestik Bruto per Kapita pada 20 Negara
Gambar 7. Indeks Persaingan Global dan Produk Domestik Bruto per Kapita pada 20 Negara

Selanjutnya, kita dapat menganalisis tingkat produktivitas Indonesia dengan menggunakan indeks kemudahan berbisnis. Berdasarkan Gambar 8, peringkat kemudahan berbisnis Indonesia pada tahun 2018 dan 2019 tetap berada pada posisi 73 dari 115 negara. Peringkat tersebut masih jauh dari target pemerintahan Jokowi-JK yaitu pada posisi 40. Belum mencapainya Indonesia sesuai target Jokowi disebabkan oleh tiga permasalahan utama: praktik korupsi, birokrasi yang rumit, dan rendahnya akses ke lembaga pembiayaan. Maka dari itu, dari dua indeks yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tingkat produktivitas Indonesia (permasalahan internal) masih rendah.

Secara umum, permasalahan utama terkait rendahnya produktivitas diakibatkan oleh permasalahan regulasi, khususnya pada kondisi Indonesia yang masih berisiko tinggi dan tidak kompetitif. Hal tersebut didukung oleh World Bank (2019) dalam laporannya berjudul "Global Economic Risks and Implications for Indonesia" menyatakan bahwa nilai investasi Indonesia masih rendah diakibatkan peraturan yang terlalu banyak, tidak sinkron, dan menghabiskan banyak waktu. Contohnya, proses perizinan membangun usaha di Indonesia memakan waktu 1 tahun sedangkan Vietnam dan Thailand hanya membutuhkan waktu 2 bulan. Selanjutnya, penerapan regulasi di Indonesia juga masih tidak konsisten dan saling bertentangan. Hal ini dapat dilihat dari adanya 1.084 peraturan pemerintah daerah yang bertentangan dengan pemerintah pusat terkait dengan permasalahan retribusi dan izin. Terakhir, peraturan pemerintah Indonesia juga masih terlalu banyak. Pada tahun 2015-2018 terdapat 6.300 aturan menteri naik sebesar 1.300 peraturan dari tahun 2011-2014.

Gambar 8. Peringkat Kemudahan Berbisnis di Indonesia 
Gambar 8. Peringkat Kemudahan Berbisnis di Indonesia 

Tantangan dan Ketidakpastian Global

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun