Seorang editor penerbitan dengan lugas mengatakan kepada seorang penulis, “karya novelmu bagus, tapi namamu kurang menjual”. Nah loh.
Ambil contoh Pidi Baiq. Itu adalah nama alias yang cukup keren dan mudah diingat. Bahkan yang punya brand ini pun mengakui, seandainya namanya tidak menggunakan nama alias, buku Dilan dan Milea -nya ngak akan selaku sekarang ini.
Jadi apalah arti sebuah nama?
Memang belakangan ini, setiap kali saya berkunjung ke toko buku, demi melihat-lihat perkembangan buku-buku terakhir, saya sendiri akan punya kecenderungan melewatkan begitu saja buku-buku dengan pengarang yang panjang dan bergelar. Bukan apa-apa sih, biasanya itu adalah buku-buku text book, buku kuliah, atau buku dengan pembahasan yang rigid. Ngak asik dibaca. Gaya bahasanya serius tapi tidak santai.
Pidi Baiq, Kuntowijoyo, Hamka, Tere Liye, Dee Lestari, Andrea Hirata, Gola Gong adalah contoh-contoh brand yang asik dan mudah diingat.Nama Hamka, yang menjadi brand buku-buku agama dan sastra sepertinya yang pertama menggunakan akronim yang cukup keren. Coba tidak pakai nama akronim, dijamain susah di ingat dan terlampau serius.
Pertama kali menerbitkan buku dan menulis di koran, saya menggunakan brand “himawijaya”. Mulai dari nama email, blog, twitter, menulis artikel dan buku, saya menggunakan nama tersebut. Nama itu muncul begitu saja. Memang saya akui, ada hubungannya nama tengah anak saya, yakni kata “Wijaya”.
Jadi, saya sendiri menyarankan jika ingin menempuh dunia kepenulisan sebagai sebuah profesi serius, cobalah bangun “brand” sendiri. Mulailah dengan menggunakan nama yang keren dan mudah diingat. Bangun sendiri gaya dan cara menulis yang khas dengan tema-tema yang kita kuasai betul. Mau jadi kolumnis, penulis buku serius, atau jurnal-jurnal pribadi di media sosial, tetaplah menggunakan gaya dan cara berbahasa yang unik, personal dan khas. Bukan karena kita ingin menjadi terkenal, tapi bagaimanapun lekatan sebuah nama yang khas dan sesuai dengan karakter kepenulisan kita, akan membuat ide-ide yang kita bawa dan sodorkan kepada khalayak, mudah tersebarkan. Bukan hal yang tidak baik toh, jika tulisan kita tersebar cepat dan luas. Karena sebuah nama yang unik.
Begitulah, maka nama Fenfen kayaknya akan lebih keren, dibanding Septina Ferniati. Juga nama Guska kelihatan lebih asik ketimbang Agus Kurniawan.
Peace.