Mohon tunggu...
hilyatun aulia
hilyatun aulia Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

jangan pernah lelah untuk merasa bodoh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Itu 1% Air 99% Rindu

27 November 2020   16:45 Diperbarui: 12 Desember 2020   00:14 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari demi hari telah dilalui, tak terasa sudah menginjak bulan kesembilan perpisahan kita, perpisahan antara aku, kampusku dan seisinya. Perpisahan yang tak pernah ku sangka  sebelumnya, apalagi untukku yang masih aktif sebagai mahasiswi di kampus ini.  Kalau sudah jadi alumni atau maut sudah menjemput itu lain lagi ceritanya.

Biasanya agenda perpulangan kita ke tempat asal masing-masing setiap tahun itu jatahnya hanya satu bulan paling lama 40 hari kira-kira, bahkan untuk mereka yang masih berumur satu tahun di kampus ini diharamkan untuk pulang ke daerahnya masing-masing. Alasan umumnya agar kualitas bahasa Arab mahasiswa tetap terjaga.

Sudah jadi rahasia umum peraturan di Arraayah, apalagi soal tidak boleh pulang pada dua tahun pertama. Jadi jangan pernah bermimpi selama jadi mahasiswa Arraayah dapat libur panjang sampai berbulan-bulan, tidak hanya itu Arraayah tak mengenal istilah "tanggal merah" seperti kampus yang lainnya.

Tapi, kali ini takdir berkata lain, virus yang sangat viral itu datang menghampiri negara kita, tempat dimana kampus kita ini berdiri. Ya, virus itu virus Corona atau dengan nama lain Covid-19. Semua yang terjadi biasanya, kini berubah menjadi tidak seperti biasanya. butuh adaptasi tentunya, tapi semua bisa kita lalui bersama.

Kuliah yang semestinya bertatap muka di kelas bersama teman-teman, kini kita lalui secara virtual melalui beberapa aplikasi. Namanya menuntut ilmu pasti butuh pengorbanan untuk mendapatkannya, masalah tentu ditemukan oleh setiap orang walau berbeda-beda jenisnya. Dalam kuliah daring misalnya, ku temukan berbagai jenis masalah, bukan hanya aku sendiri yang mengalami bahkan ku dengar juga rintihan keluhan teman-teman seperjuangku. 

Mulai dari kendala sinyal, terkhusus bagi yang tinggal di pelosok negeri, sampai harus rela naik ke gunung dan atap rumah, tak peduli sepanas apa terik sang mentari atau hewan buas apa yang akan menghampiri, bahkan ada yang rela mengungsi ke kota jauh dari tempat tinggalnya demi mendapatkan sinyal yang baik. Ada juga karena kendala kuota, kalau dihitung-hitung totalnya, berapa rupiah yang kita keluarkan apalagi untuk kuliah daring, lumayan juga. 

Apalagi bagi yang perekonomian keluarganya dalam keadaan krisis dan sedang menurun di masa pandemi ini,  ditambah bukan hanya dia sendirian yang belajar daring ada kakak atau  adiknya juga yang harus orang tuanya penuhi kebutuhannya, pasti keberataan, tapi Alhamdulillah ku dengar ada donator-donatur yang berbaik baik membagi hartanya khusus mereka yang membutuhkan, bahkan sebagian yang tak berharap pemberian dari donator, memilih untuk bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhannya bahkan kebutuhan keluarganya.

Tak sedikit juga ku dengar ada yang kuliah sambil menemani orang tuanya yang sakit, terbaring lemah diatas tempat tidur .Dan masalah-masalah lainnya yang tak mungkin ku sebut satu persatu. Mungkin pembaca sekalian mengalami hal yang serupa atau bahkan lebih parah dari itu.

Sejenak diriku termenung, "Mengapa aku masih mengeluhkan masalah sepele yang ku hadapi?, ketika ku lihat betapa kuat dan tegarnya teman-temanku yang memiliki ujian yang lebih berat dari diriku ini, harusnya aku lebih kuat dan bersyukur," gerutuk hatiku mengingatkan diriku yang lemah dan kurang bersyukur.

"Rindu Arraayah!" "Ya Allah, ana kangen Arraayah," "Ana belum pernah mendapatkan tempat sebaik Arraayah diluar sana," "Ya Allah pengen balik lagi ke Arraayah," dan lain-lain, intinya mengekspresikan dan menggambarkan kerinduan terhadap kampus Arraayah dan ingin segera kembali.

Dulu, aku terkadang cukup heran, segitu rindunya kah mereka para alumni kepada Arraayah, sampai selebay itu hanya untuk menggambarkan rasa rindunya bahkan ada yang dituangkan dalam sebuah puisi dengan diksi yang begitu dalam, dan bentuk ekspresi lainnya. Setiap kali para alumni itu datang berkunjung, kalimat "RINDU ARRAAYAH" pasti ku selalu dengar baik itu lewat hati atau lisan secara langsung, apapun bentuk dan ekspresinya. Kata mereka padaku "nanti akan kamu rasakan sendiri bagaimana rasanya, kalau sudah keluar dari Arraayah" ucap mereka selanjutnya.

Dan lagi-lagi takdir berkata lain, semuanya atas kehendak Allah tentunya. Belum menjadi alumni pun, Allah menakdirkan kami untuk berpisah, sedih pastinya, tapi sebagai orang yang beriman tentunya kita harus menerima semua apa yang telah Allah takdirkan, karena ku yakin ada hikmah yang sangat berharga dibalik itu semua, hanya saja butuh waktu dan proses untuk menemukannya, tak semudah menemukan baju didalam lemari baju yang kecil.

Pernah ku mengajukan sebuah pertanyaan lewat story instagram pribadiku "Apa sih dampak  positif dari pandemi ini menurut kalian?" . jawaban yang ku dapatkan dari para followersku sangat beragam, diantara mereka ada yang menjawab "Jadi dapat ilmu baru apalagi yang berkaitan masalah-masalah fiqh," ada juga yang menulis, "Bahagia, bisa kumpul dengan keluarga secara lengkap," yang lainnya menulis "jadi lebih peduli dengan kebersihan dan kesehatan,"  ada juga yang menjawab "Jadi bisa memulai bisnis dari rumah" dan jawaban-jawaban lainnya. Intinya pandemi ini mengajarkan kita banyak hal, jika kita mau merenungi dan mempelajarinya.

Hujan adalah anugerah sangat berharga yang Allah berikan, yang wajib disyukuri oleh  setiap makhluk. Tapi saat ini bagiku, setiap tetesan hujan yang turun dan mengalir, ku hayati rindu yang mendalam. Mengapa ku sangat merindukannya, mungkin karena terlalu banyak kenangan indah yang tersimpan dalam memori.  Jika takdirNya berkehendak untuk mempertemukan kita kembali, entah itu di alam yang sama atau di alam yang lebih indah, waallahu 'alam. Kita hanya bisa saling mendoakan didalam setiap sujud, Allahlah yang menentukan.

Jadi, bagiku hujan itu 1% air 99% rindu.  Kalau menurutmu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun