Mohon tunggu...
Hilmy Prilliadi
Hilmy Prilliadi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Prospektor, Thinker

Master student enrolled in Agricultural Economics Department of Atatürk Üniversitesi Turkey.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketimpangan Penguasaan Lahan

16 Juli 2020   17:59 Diperbarui: 16 Juli 2020   17:48 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://bit.ly/3920wXj

Ketimpangan penguasaan lahan pada dasarnya adalah tentang perbedaan dalam ukuran luas lahan yang dapat diakses dan dimiliki oleh orang-orang dan hak penguasaan lahan yang mereka miliki atas lahan tersebut. Ketimpangan juga mencakup kemampuan untuk mengontrol penggunaan dan manfaat serta apa yang dihasilkan di atasnya.

Konseptualisasi ketimpangan lahan yang semakin luas ini semakin penting di mana "akumulasi oleh perampasan" menjadi lebih vital daripada akumulasi melalui "perluasan produksi" (Andreucci et al, 2017), dan; (2) bentuk-bentuk apropriasi serta distribusi nilai menjadi lebih kompleks, berubah dari sewa lahan ke apa yang disebut Andreucci, Garca-Lamarca, Wedekind dan Swyngedouw sebagai "perebutan nilai".

Ada beberapa variabel penting untuk diperhatikan dalam ketimpangan lahan. Pertama, ukuran dan nilai lahan yang diakses atau dimiliki pemegang sebagian besar bidang lahan yang bernilai tinggi sedangkan sebagian orang lain tidak memiliki lahan, atau sejumlah kecil lahan bernilai rendah. Kedua, tingkat keamanan penguasaan yang dimiliki orang termasuk kemampuan untuk mempertahankan lahan mereka ketika terjadi perampasan dan  mendapatkan keadilan jika hak atas lahan mereka diambil. Aspek kedua lebih sulit diukur daripada luasan dan nilai lahan, tetapi sama pentingnya.

Beberapa orang memiliki hak yang sangat kuat atas lahan mereka sampai hampir tidak mungkin dilanggar, sementara yang lain mungkin terdaftar sebagai pemilik lahan, tetapi karena faktor sosial atau politik, lahan mereka dapat diambil kapan saja dan tidak akan bisa mendapatkan keadilan di pengadilan atau tempat lain. Ketiga, kontrol aktual yang dimiliki orang, yang mencakup kekuatan pengambilan keputusan atas lahan. Hal ini melampaui hak penguasaan yang terkandung dalam sistem administrasi pertanahan.

Kondisi itu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti norma sosial yang membatasi perempuan untuk berbudidaya tanaman tertentu, mengambil keputusan tentang tanaman apa harus ditanam di mana, atau kontrol perusahaan atas input dan pasar yang sangat membatasi kelayakan tanaman tertentu sementara secara agresif mempromosikan komoditas lain.

Keempat, kendali mereka atas manfaat lahan, yaitu kemampuan untuk mendapatkan nilai yang sesuai dari lahan. Sekali lagi, faktor-faktor dari dikte sosial di tingkat mikro (misalnya, laki-laki meguasai tanaman komersial tertentu), hingga campur tangan politik, akses ke infrastruktur (misalnya, jalan dan irigasi), atau campur tangan perusahaan serta kontrol fasilitas produksi dan pasar sangat membatasi pilihan individu, bahkan jika mereka memiliki hak penguasaan lahan yang kuat.

Hal penting lain adalah kita harus melihat pada relasi lahan dalam konteks bahwa lahan berkontribusi pada aspek yang dibentuk oleh lahan dan aspek yang membentuk lahan itu sendiri. Semua aspek itu terdiri dari sosial, politik, ekonomi dan lingkungan.

Empat aspek tersebut berdampak pada ketimpangan penguasaan lahan. Faktor-faktor sosial paling jelas terlihat dalam dinamika seperti relasi gender dan diskriminasi terhadap kelompok etnis dan kelas atau kasta tertentu --- dapat membentuk sejauh mana orang-orang mendapatkan hak atas lahan dan kekuatan hak-hak itu. Norma-norma sosial ini bisa memiliki pengaruh yang sama baik di pasar output maupun input pertanian, sehingga membatasi kemampuan beberapa orang untuk mendapat manfaat dari penggunaan lahan.

Selain itu, kekuasaan politik seringkali berdampak bagi masyarakat yang berupaya mempertahankan hak atas lahan mereka, dan pada gilirannya, penguasaan lahan dapat menjadi sumber kekuatan politik. Kekuatan politik digunakan untuk memengaruhi administrasi perlahanan, sistem peradilan, dan kebijakan serta praktik pemasaran dan jasa keuangan, yang semuanya membentuk tingkat kesetaraan di sepanjang empat aspek ketimpangan lahan.

Sifat ekonomi yang lebih luas, termasuk sektor pertanian pangan, jelas akan memungkinkan penggunaan lahan menjadi lebih berorientasi profit. Mereka yang memiliki kekuatan ekonomi, jika tidak dibatasi secara memadai oleh kebijakan dan peraturan, dapat memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menentukan produksi pertanian dan ketentuan perdagangan yang membuat penggunaan lahan tertentu menjadi kurang layak.

Selain itu kita juga bisa lebih sadar, dengan meningkatnya dampak perubahan iklim serta hilangnya keanekaragaman hayati dan kesuburan lahan, kemudian tentang bagaimana lingkungan itu membentuk peluang penggunaan lahan, sementara pilihan penggunaan lahan juga berdampak pada lingkungan. Di daerah yang krisis air, misalnya, ketidaksetaraan semakin nampak antara mereka yang memiliki lahan irigasi dan yang tidak karena curah hujan menjadi semakin tidak bisa diandalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun