Secara geografis kota Ternate terletak antara 3 lintang utara dan 3 lintang selatan, serta 124 - 129 bujur timur dengan ketinggian rata-rata dari permukaan laut yang beragam. Ketinggian tersebut diklasifikasi menjadi tiga kategori, yakni rendah (0-499 M), sedang (500-699 M), tinggi (lebih dari 700 M). sedangkan luas wilayah kota Ternate adalah 5.795,4 Km dan lebih didominasi oleh wilayah laut (5.544,55 Km, serta luas daratan berkisar 250,85 Km. Sementara itu, batas-batas wilayah yakni sebelah timur berbatasan dengan selat Halmahera, dan di sebelah utara, selatan, dan barat berbatasan dengan laut Maluku.
Dengan luas wilayah tersebut Cengkeh (Syzigium aromaticum) dan Pala (Myristica fragrace) merupakan tanaman endemik yang menjadi primadona Ternate di masa lampau hingga saat ini. Dan' dua tanaman endemik inilah yang memantik bangsa Portugis, Spanyol dan Belanda menginjakkan kaki di tanah Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo.
Berdasarkan catatan sejarah, di kota Ternate terdapat delapan benteng peninggalan bangsa Portugis, Spanyol dan Belanda yang tersebar di kecamatan pulau Ternate, Ternate Utara dan Selatan kota Ternate. Kedelapan benteng tersebut, yakni benteng Kastela, benteng Kota Janji, benteng Talangame, benteng Oranje, benteng Kalamata, benteng Takome, benteng Tolukko dan benteng Santosa. Benteng-benteng tersebut, kini ada yang terlihat bentuknya masih terawat dan ada yang telah rusak.
Setelah berkali-kali berkunjung ke objek wisata pantai dan ke sejumlah objek peninggalan sejarah di kota Ternate. Baru kali ini saya tercetus ide untuk mengunjungi dan menulis setiap benteng peninggalan bangsa penjajah: Portugis, Spanyol dan Belanda yang ada di kota Ternate.
Dan' pilihan pertama jatuh pada dua benteng Portugis di kecamatan Ternate Selatan, pada Sabtu (19/4/2025), yakni benteng Santa Lucia, atau biasa disebut benteng Kalamata dan benteng Kayu Merah, serta benteng Kota Janji yang berada tak jauh dari benteng Santa Lucia atau tepatnya di kelurahan Ngade Ternate Selatan.
Untuk benteng Kalamata, walaupun ketiga nama tersebut disematkan pada benteng yang kini berusia 485 tahun tersebut. Namun, oleh warga Ternate cukup familiar dengan benteng Kalamata dan benteng Kayu Merah.
Penyebutan nama Kalamata berdasarkan catatan sejarah, konon berasal dari nama seorang pangeran Ternate (Kaicil Kalamata) yang merupakan kakak dari sultan Mandarsjah dan paman dari sultan Kaicil Sibori.
Sementara sebutan nama benteng Kayu Merah, lantaran benteng yang dibangun bangsa Portugis di era kepemimpinan Antonio Galvao pada tahun 1540 itu, berada di kelurahan Kayu Merah kecamatan Ternate Selatan. Sehingga, dua nama tersebut menjadi familiar hingga saat ini.
Hanya saja, setelah dilakukan pemugaran pada tahun 1994 dan diresmikan purna pugar oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof Dr Wardiman Djojonegoro, nama Kalamata lah yang resmi melekat di papan nama benteng.